GURU SEBAGAI INOVATOR DALAM PEMBELAJARAN TUGAS PROFESI KEPENDIDIKAN
Nama Kelompok:
- 1. NI WAYAN DEWIK EKAYANI (2009.II.2.0347)
- 2. NI KADEK SUDARWATI (2009.II.2.0318)
- 3. NI GST AYU KETUT MURNIASIH (2009.II.2.0336)
- 4. KADEK DEVIA MAHASWARI (2009.II.2.0337)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(IKIP) PGRI BALI
2010
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan tugas Profesi Kependidikan yang di tugaskan oleh dosen Drs. I Wayan Citrawan. M. PD yang berjudul “Guru Sebagai Inovator dalam Pembelajaran” selesai tepat pada waktunya.
Tentu saja dalam penyelesaian paper ini kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami sehingga paper ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari paper ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari pembaca demi menyempurnakan paper ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.
“Om Shantih, Shantih, Shantih Om”
Gianyar, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………… 3
2.1 Pengertian…………………………………………………………………………………. 3
2.2 Klasifikasi Strategi Belajar-mengajar…………………………………………….. 4
2.3 Pendekatan konsep…………………………………………………………………….. 7
2.4 Pemilihan strategi belajar-mengajar………………………………………………. 9
2.5 Kriteria pemilihan strategi belajar mengajar………………………………….. 10
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………. 25
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………… 25
3.2 Saran-saran………………………………………………………………………………. 25
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………. 26
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normative. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah pada era reformasi ini sangat serius menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan yang baik serta ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dilandasi oleh semangat keberagamaan.
Penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya memiliki tujuan utama untuk menghasilkan dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Di samping itu pula menghasilkan lulusan dan anak didik yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Untuk dapat melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai tantangan masa depan yang sulit sekali untuk diramalkan, serta selalu mengalami perubahan. Oleh karena itu, dunia pendidikan di Indonesia juga akan menghadapi ketidakpastian akibat dari adanya perubahan-perubahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, lembaga-lembaga pendidikan Islam ikut merasakan dampaknya. Perubahan-perubahan yang terjadi yang mempunyai dampak negatif di masa depan tidak akan memiliki pola yang jelas.
Dengan diterapkannya reformasi pendidikan pada lembaga-lembaga sekolah merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang, dan ini menjadi pertimbangan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk meresponsnya. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang bisa memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup, rakyat Indonesia di masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan secara maksimal, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
- Apakah pengertian Guru sebagai Inovator dalam proses pembelajan?
- Apakah tujuan utama Guru sebagai Inovator dalam proses pembelajaran?
- Apakah fungsi dan peran guru dalam pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
Inovator merupakan suatu pembaharuan dan pengembangan sistem ilmu pengetahuan, jadi Guru sebagai Inovator dalam pembelajaran merupakan suatu usaha kegiatan untuk menjadikan siswa lebih baru dan berkembang dalam proses belajar mengajar dan mengetahui jati drinya sendiri baik dirumah, sekolah maupun masyarakat. Adapun langkah-langkah atau tingkatan-tingkatan dalam proses belajar mengajar yaitu:
2. 1.1 Strategi belajar mengajar
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, maka jenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula. Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.
2.1.2 Metode dan Teknik belajar mengajar
Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama. Dapat disimpulkan bahwa strategi terdiri dari metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi lebih luas dari metode atau teknik pengajaran. Metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran. Untuk lebih memperjelas perbedaan tersebut, contoh berikut:
“Para mahasiswa calon guru diharapkan dapat mengidentifikasi minimal empat jenis (bentuk) diskusi sebagai metode mengajar”. Strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut misalnya:
- Mahasiswa diminta mengemukakan empat bentuk diskusi yang pernah dilihatnya, secara kelompok
- Mahasiswa diharapkan mencatat hasil diskusi kelas.
2.2 Klasifikasi Strategi Belajar-Mengajar
Klasifikasi strategi belajar-mengajar, berdasarkan bentuk dan pendekatan:
2.2.1 Expository dan Discovery/Inquiry
“Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalis, hukum atau dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga.
Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik – discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar. Contoh berikut:
Ada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan warna, dan sebagainya. Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik tersebut. Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat, strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Dalam contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2.2 Discovery dan Inquiry
Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati, menjelaskan, mengelompokan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”
Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) Artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Salah satu bentuknya disebut Guided Discovery Lesson, (pelajaran dengan penemuan terpimpin) yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
- Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan
- Jelas tingkat/kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III)
- Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.
- Alat/bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan
- Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
- Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
- Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
- Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
- Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan Sebagaimana mestinya.
- Menemukan masalah
- Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan
- Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan
- Perumusan keterangan yang diperoleh
- Analisis proses inquiry.
2.3 Pendekatan konsep
Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang dinamakan “konsep”.
Di samping pengelompokan (klasifikasi) tersebut di atas, masih ada pengelompokkan yang lebih komprehensif dalam arti meninjau beberapa faktor sekaligus seperti, wawasan tentang manusia dan dunianya, tujuan serta lingkungan belajar. Pendapat ini dikemukakan oleh Bruce Joyce dan Marsha Well dengan mengemukakan rumpun model-model mengajar sebagai berikut:
- Rumpun model interaksi social
- Rumpun model pengelola informasi Rumpun model personal-humanistik
- Rumpun model modifikasi tingkah laku.
2.3.1 Pengaturan guru-siswa
- Dari segi pengaturan guru dapat dibedakan antara : Pengajaran yang diberikan oleh seorang guru atau oleh tim
- Hubungan guru-siswa, dapat dibedakan : Hubungan guru-siswa melalui tatap muka secara langsung ataukah melalui media cetak maupun media audio visual.
- Dari segi siswa, dibedakan antara : Pengajaran klasikal (kelompok besar) dan kelompok kecil.
Struktur peristiwa belajar, dapat bersifat tertutup dalam arti segala sesuatunya telah ditentukan secara ketat, misalnya guru tidak boleh menyimpang dari persiapan mengajar yang telah direncanakan. Akan tetapi dapat terjadi sebaliknya, bahwa tujuan khusus pengajaran, materi serta prosedur yang ditempuh ditentukan selama pelajaran berlangsung. Struktur yang disebut terakhir ini memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut berperan dalam menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah langkah yang akan ditempuh.
2.3.3 Peranan guru-siswa dalam mengolah pesan
Tiap peristiwa belajar-mengajar bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, ingin menyampaikan pesan, informasi, pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Pesan tersebut dapat diolah sendiri secara tuntas oleh guru sebelum disampaikan kepada siswa, namun dapat juga siswa sendiri yang diharapkan mengolah dengan bantuan sedikit atau banyak dan guru. Pengajaran yang disampaikan dalam keadaan siap untuk diterima siswa, disebut strategi ekspositorik, sedangkan yang masih harus diolah oleh siswa dinamakan heudstik atau hipotetik. Dan strategi heuristik dapat dibedakan menjadi dua jenis ialah penemuan (discovery) dan penyelidikan (inquiry), yang keduanya telah diterangkan pada awal bab ini.
2.3.4 Proses pengolahan pesan
Dalam Deristiwa belajar-mengajar, dapat terjadi bahwa proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-contoh konkret atau peristiwa-peristiwa khusus kemudian diambil suatu kesimpulan (generalisasi atau pnnsip-pnnsip yang bersifat umum). Strategi belajar-mengajar yang dimulai dari hal-hal yang khusus menuju ke umum tersebut, dinamakan strategi yang bersifat induktif
2.4 Pemilihan strategi belajar-mengajar
Titik tolak untuk penentuan strategi belajar-mengajar tersebut adalah perumusan tujuan pengajaran secara jelas. Agar siswa dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara optimal, selanjutnya guru harus memikirkan pertanyaan berikut “Strategi manakah yang paling efektif dan efisien untuk membantu tiap siswa dalam pencapaian tujuan yang telah dirumuskan?” Pertanyaan ini sangat sederhana namun sukar untuk dijawab, karena tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi strategi memang harus dipilih untuk membantu siswa mencapai tujuan secara efektif dan produktif.
Namun guru tidak boleh berhenti sampai disitu, dengan kemajuan teknologi, guru dapat mengatasi perbedaan kemampuan siswa melalui berbagai jenis media instruksional. Misalnya, sekelompok siswa belajar melalui model atau kaset audio, sementara guru membimbing kelompok lain yang dianggap masih lemah.
2.5 Kriteria Pemilihan Strategi Belajar-mengajar, menurut Gerlach dan Ely
2.5.1 Efisiensi
Seorang guru biologi akan mengajar insekta (serangga). Tujuan pengajarannya berbunyi : Diberikan lima belas jenis gambar binatang, yang belum diberi nama, siswa dapat menunjukkan delapan jenis binatang yang termasuk jenis serangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah menunjukkan gambar jenis-jenis serangga itu dan diberi nama, kemudian siswa diminta memperhatikan ciri-cirinya. Selanjutnya para siswa diminta mempelajari di rumah untuk dihafal cirinya, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat menjawab dengan betul. Dengan kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi ekspository tersebut memang merupakan strategi yang efisien untuk pencapaian tujuan yang bersifat hafalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dengan strategi inquiry mungkin oleh suatu konsep, bukan hanya sekedar menghafal.
Metode terakhir ini memang membawa siswa pada suatu pengertian yang sama dengan yang dicapai melalui ekspository, tetapi pencapaiannya jauh lebih lama. Namun inquiry membawa siswa untuk mempelajari konsep atau prinsip yang berguna untuk mengembangkan kemampuan menyelidiki.
2.5.2 Efektifitas
Strategi yang paling efisien tidak selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi akan merupakan pemborosan bila tujuan akhir tidak tercapai. Bila tujuan tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas ialah dengan jalan menentukan transferbilitas (kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dengan suatu strategi tertentu dari pada strategi yang lain, maka strategi itu efisien. Kalau kemampuan mentransfer infonnasi atau skill yang dipelajari lebih besar dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi yang lain, maka strategi tersebut lebih efektif untuk pencapaian tujuan.
Keberadaan guru di mayapada sudah ada sejak jaman dulu. Sejak manusia paling awal diciptakan. Istilah guru pada saat ini mengalami penciutan makna. Guru adalah orang yang mengajar di sekolah. Orang yang bertindak seperti guru seandainya dia berada di suatu lembaga kursus atau pelatihan tidak disebut guru, tetapi tutor atau pelatih. Padahal mereka itu tetap saja bertindak seperti guru. Mengajarkan hal-hal baru pada peserta didik. Terlepas dari penciutan makna, peran guru dari dulu sampai sekarang tetap sangat diperlukan. Dialah yang membantu manusia untuk menemukan siapa dirinya. Manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain, sejak lahir sampai meninggal. Orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan harapan guru dapat mendidiknya menjadi manusia yang dapat berkembang optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya. Gurulah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan bangsa.Yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan siswa atau anak adalah:
- Orang tua, yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
- Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
- Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
- Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
- Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
- Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
- Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
- Mengembangkan kreativitas.
- Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Saat ini permasalahan yang menimpa bidang pendidikan sangat beragam dan tergolong berat. Mulai dari sarana dan prasarana pendidikan, tenaga pengajar yang kurang, serta tenaga pengajar yang belum kompeten. Kondisi sekolah yang memprihatinkan, ruang kelas bocor bila hujan dan sebagian sekolah ambruk. Maka tidaklah aneh kalau kondisi pendidikan kita jauh dari harapan.
Salah satu permasalahan yang menimpa dunia pendidikan adalah kompetensi guru. Guru yang harusnya memiliki kompetensi sesuai ketentuan dan kebutuhan.
Program sertifikasi guru merupakan program yang menyentuh langsung kompetensi guru. Salah satu kriterianya yaitu menilai kemampuan guru dari segi kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Diharapkan guru dapat melakukan pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa ke arah sikap kreatif dan inovatif serta trampil. Kondisi tersebut harus dimulai dari gurunya sendiri.
Sebagai contoh derasnya informasi serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Namun kalau terlalu sering guru berkata demikian alangkah naifnya guru tersebut. Seyogyanya dia terus mencari tabu, belajar terus sepanjang hayat, memanfaatkan teknologi yang ada.
Di masyarakat, seorang guru diamati dan dinilai masyarakat, di sekolah dinilai oleh murid dan teman sejawatnya serta atasannya. Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat membentuk kompetensi dan kualitas pribadi anak didiknya. Untuk mencapai hal demikian timbul pertanyaan, sebenarnya peran apa saja yang harus dimiliki oleh seorang guru sehingga anak didik bisa berkembang optimal? Cukupkah peran guru seperti yang telah disampaikan di atas ataukah ada peran lain yang harus dilakoni seorang guru ?
Beragam pertanyaan tadi dapat menyebabkan demotivasi bagi seorang calon guru ataupun guru yang sudah lama mengabdi. Apakah saya mampu menjadi guru yang ideal? Peran apa yang harus saya lakon untuk menjadi guru yang ideal? Demikian pertanyaan yang timbul dalam hati seorang guru yang berniat mengabdikan sisa hidupnya di dunia pendidikan.
Pertanyaan tersebut sebelumnya telah menggugah sejumlah pengamat dan akhli pendidikan. Mereka telah meneliti peran-peran apa yang harus dimiliki seorang guru supaya tergolong kompeten dalam pembelajaran maupun pergaulan di masyarakat.
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Marian (1990) serta Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
- Guru Sebagai Pendidik
- Guru Sebagai Pengajar
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
- Guru Sebagai Pembimbing
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
- Guru Sebagai Pelatih
- Guru Sebagai Penasehat
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
- Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
- Guru Sebagai Model dan Teladan
Perilaku guru sangat mempengaiuhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
- Guru Sebagai Pribadi
Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan bagi peserta didik.
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
- Guru Sebagai Peneliti
- Guru Sebagai Pendorong Kreatititas
- Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
- Guru Sebagai Pekerja Rutin
- Guru Sebagai Pemindah Kemah
- Guru Sebagai Pembawa Cerita
Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia.
- Guru Sebagai Aktor
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang aktor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
- Guru Sebagai Emansipator
- Guru Sebagai Evaluator
- Guru Sebagai Pengawet
Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
- Guru Sebagai Kulminator
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran. (Bahan dirangkum dari berbagai sumber). Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai:
- Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan;
- Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
- Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
- Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
- Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
- Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems);
- Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
- Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhimya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
- Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
- Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
- Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
- Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin;
- Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
- Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
- Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
- Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat;
- Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
- Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah;
- Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan
- Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
- Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
- Seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antarmanusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
- Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu membentuk menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
- Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik; dan
- Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkernbang, berinteraksi dengan manusia di jagat raga ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namun kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan profesionalisme guru terhadap pekerjaannya merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi dan mutu guru. Sehingga dapat diasumsikan bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam di wilayah Jakarta disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Ini juga berimplikasi pada mutu pendidikan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian mutu guru sebagai Ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan akan sangat menentukan mutu pendidikan yang dilaksanakan di sekolahnya.
3.2 Saran
Kita sebagai calon guru harus bisa bersikap propesional dalam menjalakan tugas atau amanah dengan baik agar mendapat sambutan baik dari siswa maupun masyarakat luas. Karena Guru merupakan orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Guru juga memiliki peran utama dalam proses belejar mengajar jika tidak ada guru mungkin siswa atau manusia yang diciptakan tidak dapat berkembang dan tidak ada peningkatan dalam hidup, maka dari itulah Guru disebut Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal.
Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia. 2002.
Anwar, Qomari dan Syaiful Sagala.
Profesi Jabatan: Kependiclikan clan Guru Sebagai Upaya Menjamin Kualitas Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press. 2004.
Djamarah, Syaiful Bahri.
Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
Nata, Abuddin.
Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo. 2001.
Pranarka, A.M.W.
“Tinjauan Kritikal Terhadap Upaya Membangun Sistem Pendidikan Nasional Kita,” dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Meqjelang Abad XXI. Jakarta: PT. Grasindo. 1991.
Tilaar, H.A.R.
Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Walgito, Bimo.
Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2001.
Wahjosumidjo.
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar