BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai upaya
pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan,
akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan peraturan-peraturan yang sudah tidak relevan lagi dengan
kebutuhan saat ini. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja para guru dalam menyongsong
era tinggal landas.
Kemampuan profesional guru amatlah penting dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan, sebagaimana yang diamanatkan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa titik berat pembangunan pendidikan
diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan. Tetapi,
hal ini tidak mungkin tercapai apabila tidak disertai usaha dari guru itu
sendiri untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar.
Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan
memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, dan
rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu, dikembangkan iklim belajar dan
mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan
perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian, pendidikan nasional akan
mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa guru sebagai
tenaga kependidikan punya kewajiban untuk senantiasa meningkatkan kemampuan
profesional guru sejalan dengan kemampuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pembangunan bangsa. Keberhasilan pendidikan formal akan banyak
ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar yakni
keterpaduan antara kegiatan guru dengan kegiatan siswa. Kegiatan
belajar-mengajar tidak dapat terlepas dari keseluruhan sistem pendidikan. Untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar-mengajar ini banyak upaya
yang dapat dilakukan guru seperti pemahaman guru terhadap pola kegiatan
belajar-mengajar yang disarankan mulai dari kegiatan intra kurikuler,
kokurikuler, sampai ekstra kurikuler.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, agar tidak terjadi
penyimpangan dalam pembahasan, maka kami menemukan permasalahan sebagai berikut
:
Bagaimanakah Proses
Belajar Mengajar tersebut ?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas presentasi untuk
matakuliah "Strategi Pembelajaran Bahasa Bali II"
1.4 Manfaat
Melalui makalah
ini diharapkan mahasiswa, calon guru dan guru pada khususnya serta masyarakat
pada umumnya dapat mengetahui dan memahami Proses Belajar-Mengajar dengan baik
dan benar.
1.5 Hipotesa
Proses Belajar Mengajar merupakan dua aktivitas yang
berbeda namun padu apabila terjadi interaksi di dalamnya.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Proses Belajar
Mengajar
2.1.1 Hakikat Belajar Mengajar
a. Konsep Belajar
Secara umum,
belajar adalah bentuk aktivitas manusia yang dilakukan manusia sejak lahir
sampai meninggal dunia. Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan yang aktif
dan positif pada tingkah laku seseorang. Belajar dikatakan bersifat aktif
karena dilakukan secara sengaja, sadar dan bertujuan. Belajar dikatakan
bersifat positif karena orang yang belajar akan memperoleh hasil dari tidak
tahu menjadi tahu, kurang cakap menjadi lebih cakap, memiliki pengertian
tentang sesuatu sehingga akhirnya seseorang yang belajar memiliki suatu
kemajuan. Oleh karena itu, apabila suatu perbuatan belajar itu bersifat
negative, maka itu bukanlah suatu perbuatan belajar karena perubahan tingkah
laku yang menyerupai tindakan belajar meliputi perubahan kematangan,
pertumbuhan, dan penyesuaian diri.
a. Beberapa Definisi Belajar
menurut Para Ahli :
1. Menurut L. Crow
& Crow, belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh konsep,
pengetahuan, dan sikap. Perubahan tingkah lakunya lebih bersifat progresif dan
belajar dengan arah vertikal dan horizontal.
Belajar dengan arah horizontal (mendatar) artinya
memperkaya atau memperluas pengetahuan dan pengalaman belajar, yaitu :
a. memperoleh kemampuan dalam skill attitude keterampilan baru
b.
menguasai berbagai ilmu pengetahuan
c. mengembangkan sikap-sikap untuk menghadapi situasi dan
kondisi baru
d. menentukan minat baru untuk menemukan teknik pemecahan
masalah yang baru
Belajar dengan arah vertikal (meninggi) artinya
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki,
antara lain :
a.
mengembangkan dan memajukan keterampilan
khusus
b.
menambah
pengetahuan dalam suatu bidang yang berhubungan dengan pengetahuan yang sudah
dipelajari
c.
melakukan
intensifikasi dan memperluas minat, sikap, dan kemampuan teknis yang dimiliki.
2. Menurut J. Cronbach,
belajar menunjukkan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Perubahan-perubahan tersebut meliputi respons dan stimulus yang
terkait. Perubahan tingkah laku melalui suatu proses, urutan kejadian, dan
hasil yang diperoleh menjadi pengalaman. Belajar itu membawa perubahan tingkah
laku (behavioral changes) secara aktual
maupun potensial. Perubahan tersebut diperoleh dengan sengaja karena suatu
usaha sadar.
3. Menurut Ernest R.
Hilgrad, belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap
lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud disini mencakup pengetahuan
kecakapan, tingkah laku. Perubahan diperoleh melalui latihan dan pengalaman.
Jadi, bukan perubahan yang terjadi dengan sendirinya, karena pertumbuhan,
kematangan, atau keadaan sementara.
4. Menurut C. Witherington dan Buchori, belajar adalah suatu
perubahan pada kepribadian yang dinyatakan penguasaan-penguasaan pola respons
(sambutan) atau tingkah laku yang baru, yang berupa perubahan keterampilan,
sikap, kebiasaan, kesanggupan, dan pemaksaan.
5. Menurut Prof. Dr. Sumadi Suryabroto, belajar adalah
mengandung hal-hal pokok sebagai berikut :
a.
Belajar
adalah kegiatan yang membawa perubahan yang bersifat aktual dan potensial.
b.
Perubahan
yang terjadi karena adanya usaha sadar dan disengaja, bertujuan, dan,
c.
Perubahan
itu pada intinya adalah diperolehnya kecakapan baru.
6. Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad, mengemukakan bahwa
belajar ditujukan pada :
a.
Pengumpulan pengetahuan
b.
Penanaman
konsep dan kecakapan baru, dan
c.
Pembentukan
sikap dari perbuatan atau tingkah laku.
7. Menurut James O.
Whittker, belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman.
8. Menurut Drs. Slameto, belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
9. Belajar Skinner,
yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya
Educational Psychology The Teaching
Learning Process mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi
atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan
eksperimennya B.F. Skinner percaya behwa proses adaptasi tersebut akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila ia memberi penguatan (reinforce).
10. Menurut Sardiman (1992 : 22), belajar senantiasa
merupakan perubahan tingkah laku atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan
misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, dan lain-lain.
b. Konsep Mengajar
Suatu perbuatan
dapat dikatakan tindakan mengajar bila tindakan itu didasarkan atas suatu
perencanaan yang matang dan teliti. Rencana itu disusun dengan maksud untuk
menimbulkan perbuatan belajar. Banyak orang mengatakan atau menyamakan tindakan
mengajar sama dengan kegiatan lain yang sekedar melakukan tindakan
keterampilan.
a. Beberapa
Definisi Mengajar Menurut Para Ahli :
1.
Definisi Lama :
a.
Menurut L. Crow and A. Crow, mengajar ialah penyerahan kebudayaan yang
berupa pengalaman, kecakapan, dan tradisi kepada anak didik atau generasi
penerus.
b. Menurut Prof. Dr.
De Quelyu dan Prof. Gazali, MA, disebutkan
bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara yang
paling singkat dan cepat. Mengajar dengan pola ini mengutamakan singkat waktu,
cepatnya bahan yang diterima siswa. Guru kurang memperhatikan perbedaan
individual murid. Bahan yang diberikan sama dalam waktu belajar yang sama pula.
2.
Definisi Baru :
a.
Menurut Alvin W. Howard, mengajar adalah suatu aktivitas untuk menolong,
membimbing seseorang untuk mendapatkan atau mengembangkan keterampilan, ide
(pendapat), sikap, cita-cita, penghargaan dan pengetahuan.
b. Menurut A. Morrison
D. Mac Intyre, mengajar diartikan sebagai aktivitas personal yang unik.
Dalam mengajar dilukiskan sesuatu dengan menarik, dicari teknik yang sesuai
dengan karakteristik siswa, agar diperoleh pribadi yang mantap dan praktis.
c.
Menurut
John R. Pancella, mengajar adalah
suatu usaha membuat keputusan dan kebijaksanaan (decision making) agar terjadi ikatan interaksi yang kuat serta
bertanggung jawab. Tanggung jawab guru meliputi :
1. Memberi bantuan dengan menyampaikan sesuatu yang baik
sehingga dapat menjamin kehidupannya dengan tentram.
2. Memberi jawaban secara langsung sesuai dengan kemampuan
daya tangkap siswa.
3. Memberi kesempatan berpendapat dan mengevaluasi.
4.
Menghubungkan dengan pengalaman siswa.
d. Menurut Y.L. Mursell, mengajar diartikan sebagai
aktivitas mengorganisasikan belajar. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai
organisator. Seorang organisator yang baik memiliki ciri-ciri :
1. Bukan bersikap sebagai penguasa yang membuat keputusan
sendiri, lebih baik kiranya bersikap demokratis.
2. Membantu sekelompok siswa untuk mencari, menemukan,
merumuskan sendiri apa yang dipelajari.
3.
Bertanggung jawab, membagi tanggung
jawab seluas mungkin, bahwa orang lain juga mampu
4. Berinisiatif dan inovatif serta memiliki pendapat yang
konsekuen.
5. Memelihara etik, kritik, mampu mengevaluasi diri serta
melakukan pengawasan secara kontinyu.
e. Menurut Robert M.
Gagne, mengajar ialah suatu usaha membuat siswa belajar, yakni mengubah
tingkah laku dari diri siswa. Perubahan tingkah laku itu dapat terjadi karena
adanya interaksi antara siswa dengan lingkungannya.
f. Menurut Nasution
(1982 : 8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan sebagai segenap
aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi
proses belajar.
g. Menurut Usman (1994
: 3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam
kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan
suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan
bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses belajar.
h. Menurut Pasaribu
(1983 : 7), mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur)
lingkungan sebaik-baiknya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
i.
Menurut
William H. Burton merumuskan
pengertian mengajar sebagai suatu upaya dalam memberi perangsang, bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
j.
Menurut
Morse and Wingo (1970 : 7) merumuskan
pengertian mengajar sebagai suatu upaya untuk memahami dan membimbing siswa,
baik secara perseorangan, maupun secara kelompok dalam upaya memperoleh
bentuk-bentuk pengalaman belajar tertentu yang berguna bagi kehidupannya.
Kegiatan belajar mengajar bagi seorang guru menghendaki
hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya
perlu menghadirkan seorang guru. Mengajar pun merupakan kegiatan yang mutlak
memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak anak didik, siapa yang
akan di ajar? Guru yang mengajar dan siswa yang belajar merupakan dwi tunggal
dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan murid.
2.2
Ciri-ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu
proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri
tertentu, yang menurut Edi Suardi
sebagai berikut :
- Belajar Mengajar memiliki tujuan, yakni tujuan untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.
- Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Kegiatan Belajar Mengajar ditandai dengansatu penggarapan materi yang khusus.
- Ditandai dengan aktivitas anak didik.
- Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
- Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
- Ada batas waktu.
- Evaluasi.
2.3
Implementasi Belajar Mengajar
Lingkungan
belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang siswa agar
mau mengadakan proses belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai
tujuan yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar adalah
job description proses belajar
mengajar yang berisi serangkaian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
siswa.
2.4
Prinsip-prinsip dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam menghadapi siswa yang memiliki heterogenitas,
diperlukan kepekaan berwawasan kependidikan lebih luas. Tugas dan peranan guru
harus dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip mengajar. Banyak ahli yang
mengungkapkan tentang prinsip-prinsip belajar secara bervariasi.
J.L.Mursell mengemukakan prinsip mengajar dalam 6 prinsip
yaitu :
- Prinsip Konteks (hubungan)
- Prinsip Fokus (Terpusat)
- Prinsip Sosialisasi
- Prinsip Individualisasi
- Prinsip Sequen (urutan pelajaran)
- Prinsip Evaluasi
Selain
prinsip mengajar yang dikemukakan oleh J.L.Murshell, perlu diketahui prinsip
mengajar lainnya, yaitu :
- Prinsip Motivasi
- Kesiapan Mental
- Keterlibatan siswa (aktivitas)
- Perbedaan Individual
2.5 Komponen-komponen
Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem, kegiatan belajar mengajar
mengandung sejumlah komponen yang meliputi :
- Tujuan
Tujuan
adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai
normatif (mengandung nilai-nilai yang harus ditanamkan pada anak didik yang
akan mempengaruhi sikapnya dalam lingkungan sosial. Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen
pengajaran lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,
pemilihan metode, alat, sumber, dan alat evaluasi. Ny. Dr. Roestiyah, N.K.
(1989 : 44) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah suatu deskripsi
tentang penampilan perilaku (performance)
para siswa yang diharapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang
diajarkan.
- Bahan Pelajaran
Bahan Pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan
dalam proses belajar mengajar.
- Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Belajar Mengajar adalah inti kegiatan dalam
pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan yang akan dilaksanakan dalam
proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua
komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan dapat dicapai.
- Metode
Metode
adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan
belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya apabila dia tidak menguasai satupun
metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan
pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991 : 72).
- Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai
perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat
sebagai tujuan (Dr. Ahmad. D. Marimba, 1989 : 51).
- Sumber Pelajaran
Belajar
Mengajar, telah diketahui, bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses
dalam kemaknaan, di dalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak
didik. Nilai-nilai itu
tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber guna
dipakai dalam proses belajar mengajar. Segala bentuk aktivitas yang bisa
menjadi sumber belajar adalah aktivitas yang membuat seorang individu mau
belajar. Sumber belajar banyak sekali terdapat dimana-mana, sesuai dengan
pendapat Drs. Sudirman, dkk.(1991 : 203), pemanfaatan sumber-sumber pengajaran
tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta
kebijakan-kebijakan lain. Bermacam-macam sumber belajar itu adalah manusia,
bahan, lingkungan, alat dan perlengkapan, dan aktivitas. Ny. Dr. Roestiyah,
N.K. (1989 : 53) mengatakan sumber-sumber belajar adalah manusia,
buku/perpustakaan, mass media, dalam lingkungan, alat pengajaran, dan museum.
Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata (1991 : 165)
juga berpendapat bahwa sekurang-kurangnya lima macam sumber belajar, yaitu :
manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan.
- Evaluasi
Evaluasi
atau evaluation dalam buku Essentials Evaluation karangan Edwin
Wand dan Gerald W. Brown, dikatakan bahwa Evaluation
refer to the act or process to determining the value of something. Jadi,
menurut Wand and Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu.
2.6
Pendekatan dalam Belajar Mengajar
Dalam kegiatan
belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru
dan anak didiklah yang menggerakkannya. Ketika kegiatan belajar mengajar itu
berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau
memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya.
Dalam mengajar,
guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan
sembarang yang bisa merugikan anak didik. Ada beberapa pendekatan yang dapat
membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar
mengajar, yaitu :
- Pendekatan Individual
Memberikan
pendekatan kepada masing-masing individu sesuai dengan hakikatnya sebagai
peserta didik.
- Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok
memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan
mengembangkan sikap sosial anak didik.
- Pendekatan Bervariasi
Ketika guru
dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bervariasi.
- Pendekatan Edukatif
Pendekatan Edukatif
adalah pendekatan yang bertujuan mendidik karakter anak didik.
- Pendekatan Keagamaan
Pendekatan Keagamaan adalah pendekatan yang
ditujukan untuk membina jiwa keagamaan anak didik.
- Pendekatan Kebermaknaan
Pendekatan
Kebermaknaan adalah pendekatan yang bertujuan untuk memecahkan masalah
kegagalan dalam pengajaran.
2.7
Keberhasilan Belajar Mengajar
Untuk menyatakan
bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan
instruksional khususnya tercapai. Berikut ini adalah beberapa strategi dalam
menentukan keberhasilan belajar mengajar, yaitu :
- Indikator Keberhasilan
Indikator yang
banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap dan perilaku
siswa.
- Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur
keberhasilan suatu proses belajar mengajar dapat dilakukan melalui tes prestasi
belajar.
- Tingkat Keberhasilan
Tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar dihasilkan melalui proses belajar.
Tingkatan keberhasilan tersebut kriterianya adalah maksimal (istimewa), optimal
(baik sekali), minimal (baik), dan kurang.
- Program Perbaikan
Program perbaikan
diberikan apabila taraf atau tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar
mengajar kurang memuaskan.
- Faktor-faktor Keberhasilan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
belajar mengajar adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat
evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Proses Belajar Mengajar
Dari penjelasan tentang hakikat belajar mengajar di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa belajar pada hakikatnya adalah
“perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan
aktivitas belajar. Walaupun pada
kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya,
perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya. Dari definisi para ahli di atas,
semua definisinya mengarah kepada definisi belajar sebagai suatu bentuk
aktivitas yang dilakukan individu (manusia) untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru, secara sengaja, secara keseluruhan, secara sadar,
sengaja, dan bertujuan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tersebut mencakup tiga aspek yaitu
aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotor (keterampilan). Perubahan
tersebut bersifat sebagai berikut :
- Perubahan dilakukan secara sadar
Perubahan perilaku
yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang
psikologi pendidikan. Begitu juga, setelah dia belajar Psikologi Pendidikan,
dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan
memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berhubungan
dengan psikologi pendidikan.
- Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan
yang telah diperoleh sebelumnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah mempelajari tentang Psikologi Pendidikan tentang
“Hakikat Belajar”. Ketika dia mengikuti perkuliahan tentang “Strategi Belajar
Mengajar”, maka kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliknya tentang
“Hakikat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan pada mata kuliah
“Strategi Belajar Mengajar".
- Perubahan bersifat aktif dan positif
Perubahan bersifat aktif maksudnya
adalah perubahan yang dilakukan secara sengaja,sadar,dan bertujuan serta
memiliki nilai positif. Perubahan
perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan ke arah kemajuan yang
bersifat positif. Sebagai contoh, belajar merokok tidak dikategorikan sebagai
belajar, karena dilihat dari nilai dalam norma yang berlaku, merokok bukan
suatu tingkah laku yang dibenarkan, apalagi jika yang merokok adalah anak-anak
di bawah umur.
- Perubahan bukan karena proses kematangan, pertumbuhan dan perkembangan, serta bukan temporer (sementara)
Perubahan yang
terjadi karena proses kematangan, pertumbuhan dan perkembangan, bukan termasuk
belajar karena itu merupakan kodrati manusia sebagai individu. Misalnya contoh,
bila seorang siswa kecelakaan akibat lalai dalam mengendarai sepeda bukan
contoh belajar karena merupakan hasil dari kematangan, pertumbuhan dan
perkembangan. Perubahan tersebut jika sementara juga bukan belajar, karena
belajar bersifat permanen karena perubahan perilaku yang diperoleh dari proses
belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
Misalnya, seorang siswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan
mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa
tersebut.
- Perubahan dalam belajar terarah pada tujuan
Individu dalam
melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Misalnya,
seorang siswa belajar berbahasa bali di sekolah, tujuan jangka pendek dan
sedangnya mungkin ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan
berbahasa bali yang diwujudkan dalam bentuk nilai memuaskan saat penerimaan
rapor. Kemudian dia senang belajar berbahasa bali dan tertarik menjadi guru
bahasa bali, merupakan tujuan jangka panjang, sehingga dia akan melakukan
aktivitas yang terarah untuk mencapai tujuan tersebut.
Sama halnya dengan
belajar, mengajar pada hakikatnya merupakan suatu proses, yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga
lingkungan belajar menjadi kondusif dan dapat mendorong anak didik melakukan
proses belajar. Pada definisi lama, mengajar lebih cenderung membuat anak didik
berlaku pasif, karena peranan guru di sana hanya menstransfer ilmu dan tidak
memperhatikan karakter masing-masing individu,sehingga disepakati untuk memilih
definisi baru, karena definisi para ahli tersebut sesuai dengan kurikulum yang
sedang diterapkan saat ini. Karena menyadari tugas guru tidak hanya mengajar,
tetapi juga sekaligus membimbing, agar proses belajar anak lebih terarah. Peranan
guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang
bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencerna bahan, ada yang
sedang, dan ada anak yang lambat mencerna bahan yang diberikan oleh guru.
Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki guru mengatur strategi
pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
Kesimpulannya,
apabila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar
adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Dua
konsep itu menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi guru
– siswa dan siswa-siswa pada saat pengajaran itu berlangsung. Sehingga,
proses belajar mengajar adalah proses yang mengarah kepada perubahan tingkah
laku siswa saat belajar yang diselaraskan dengan cara mengajar guru yang
optimal agar terciptanya keberhasilan belajar mengajar.
3.2 Ciri-ciri Belajar Mengajar
- Belajar mengajar memiliki tujuan, hal ini dimaksudkan kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
- Adanya suatu prosedur (jalannya interaksi), agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh, misalnya tujuan pembelajaran agar anak didik dapat menunjukkan letak kota New York tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik di suruh membaca dalam hati.
- Kegiatan belajar mengajar (suatu penggarapan materi yang khusus), dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen yang lain, materi harus sudah di desain dan disiapkan sebelum berlakunya kegiatan belajar mengajar.
- Ditandai dengan aktivitas anak didik, anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar kegiatan. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif, karena anak didiklah yang belajar.
- Guru sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik.
- Displin, suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan proseur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berartisuatu indicator pelanggaran disiplin.
- Batas waktu, menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus tercapai.
- Evaluasi, masalah evaluasi bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus sering dilakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
3.3 Implementasi Belajar Mengajar
Job description adalah penggambaran tugas seorang guru di dalam mengimplementasikan suatu
proses belajar mengajar. Job
description tersebut adalah :
a.
Perencanaan
instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan
organisasi belajar. Guru harus mempersiapkan sebelum mulai mengajar dengan
mantap agar media dan alat yang digunakan dapat difungsikan dengan baik.
b.
Organisasi
belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang kemungkinan terciptanya proses
belajar mengajar. Misalnya, proses belajar mengajar dengan metode role playing, bagaimana nantinya guru
tersebut bisa mengorganisasikan jalannya role
playing.
c.
Menggerakkan
anak didik yang merupakan memancing, mengarahkan, dan memotivasi belajar siswa.
Misalnya, saat pelajaran tanya jawab, guru harus pintar mengatur agar murid
ikut aktif, misalnya dengan memberi penguatan berupa simbol (+) diabsennya saat
benar menjawab, atau pada saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa
terasa bosan, maka guru sebagai motivator, selipkanlah humor atau beristirahat
sejenak untuk menghidupi suasana.
d.
Supervisi
dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menugaskan, membantu, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai perencanaan instruksional yang telah desain
sebelumnya.
e.
Mengadakan
assessment dan evaluasi diakhir
pelajaran untuk menguji kemampuan siswa sejauh mana ada saat itu.
3.4 Prinsip-prinsip
dalam Proses Belajar Mengajar
Pembahasan mengenai
6 prinsip mengajar menurut J.L. Mursell, sebagai berikut :
- Prinsip Konteks (hubungan) : Dalam mengajar guru hendaknya mampu memanfaatkan situasi yang konkret, agar siswa cenderung mengalami sendiri. Prinsip konteks ini bermanfaat untuk mengajarkan bahan yang operasional, melalui suatu proses, problem solving, bahkan dalam pengajaran mengarang.
- Prinsip Fokus (Terpusat) : Menunjukkan pemusatan perhatian pada obyek tertentu, sehingga siswa mempunyai isi pokok pelajaran dengan jelas, tidak samar-samar. Dalam mengajar memfokuskan suatu pelajaran dapat dibantu dengan memberikan tugas atau latihan, pemecahan masalah yang dipelajari bersama.
- Prinsip Sosialisasi : Kondisi sosial dalam suatu kelas banyak sekali pengaruhnya terhadap proses belajar di saat itu. Jiwa tanggung jawab mendorong siswa untuk melakukan tugas dengan kesungguhan dan berhati-hati.Pelaksanaan sosialisasi dilaksanakan dengan “perencanaan yang kooperatif”. Kooperatif mencakup hubungan guru dan murid.
- Prinsip Individualisasi : Guru hendaknya memperhatikan taraf kesungguhan masing-masing individu siswa. Belajar dengan penuh makna harus dilaksanakan bersesuaian dengan ciri-ciri individu baik bakat, minat, kemampuan dasar.
- Prinsip Sequen (urutan pelajaran) : Selain prinsip-prinsip di atas, terdapat prinsip yang mementingkan squen atau urutan bahan pelajaran. Bahan diambil dari yang dekat dengan lingkungan siswa.Dari segi psikologis, urutan bahan pelajaran sesuai dengan pertumbuhan mental proses belajar-mengajar.
- Prinsip Evaluasi : Segala tindakan perlu dievaluasi, begitu pula dalam mengajar. Evaluasi merupakan bagian mutlak dalam pengajaran. Penilaian yang dilakukan oleh guru tercapai tidaknya tujuan.
Selain prinsip mengajar yang dikemukakan oleh
J.L.Murshell, perlu diketahui prinsip mengajar lainnya, yaitu :
- Prinsip Motivasi : Menurut Ernest Hilgrad, motif adalah suatu keadaan pada diri individu yang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan, Frandsen menyebutkan bahwa motif merupakan alasan untuk bertindak dalam mencapai tujuan. Motivasi menurut Hilgrad adalah pemberian dorongan atau kekuatan agar muncul suatu motif pada diri individu.
Peranan motivasi dalam belajar-mengajar,yaitu :
1.
Menghubungkan
bentuk motif yang timbul pada diri individu.
2.
Memperkuat
siswa dan dalam perbuatan belajar.
3.
Meningkatkan
tanggung jawab pada siswa dalam proses pembelajaran.
Motif sangat erat berhubungan dengan minat dan kehendak.
Minat adalah suatu motif yang menyebabkan individu berbuat karena sesuatu yang
menarik. Maka guru diharapkan dapat menyiapkan pelajaran yang menarik dan
membangkitkan perhatian belajar siswa.
- Kesiapan Mental : Tingkat kematangan yang telah dicapai merupakan faktor yang menentukan bagi pencapaian hasil belajar seorang individu. Kesiapan mental mendasari kecakapan yang lain, termasuk kemampuan belajar. Kesiapan mental dimiliki secara herediter maupun hasil dari pengalaman. Kesiapan yang terpenting dalam belajar adalah :
1. Kemampuan
kecerdasan
2. Bakat
3. Minat
4. Pengalaman
belajar
Bagi seorang guru faktor kesiapan mental sangat
diperlukan dalam mengajar, merupakan kondisi yang mempengaruhi hasil belajar.
- Keterlibatan siswa (aktivitas) : Pada hakikatnya, dalam proses belajar-mengajar yang belajar adalah murid (siswa). Belajar akhirnya terwujud dalam keaktifan siswa, meskipun berbeda derajat keaktifan dan keterlibatan dalam proses belajar.
Keterlibatan siswa atau partisipasi aktif siswa nampak
dalam :
1. Menetapkan
tujuan
2.
Mencapai
dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar
3.
Bentuk
interaksi antar siswa atau kelompok
4. Kekompakkan
dalam kelompok
5.
Usaha
menanggulangi masalah pribadi siswa dalam
kegiatan belajar-mengajar
Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam belajar sangat
menguntungkan dan meningkatkan hasil belajarnya. Guru perlu mengubah strategi
yang mendominasi kegiatan mengajar menjadi usaha peningkatan kegiatan belajar.
- Perbedaan Individual : Masalah perbedaan individual merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh guru. Siswa yang belajar memiliki keragaman dalam kemampuan dasar maupun kemampuan awal, pribadi, jasmani, pengalaman dan sebagainya. Dengan melihat individual ini, mungkin belajar dilakukan oleh siswa atau pengelompokkan dengan jalan pengelompokkan siswa cenderung memiliki kesamaan (secara relatif dapat diberi tugas-tugas yang sama atau seimbang.
3.5 Komponen-komponen Belajar Mengajar
Penjelasan dari
komponen-komponen Belajar Mengajar adalah sebagai berikut:
- Tujuan
Seorang guru tidak bisa mengabaikan masalah
perumusan tujuan jika ingin memprogramkan pengajaran, karena tanpa tujuan
layaknya layangan putus yang tak tahu akan jatuh dimana, maka begitulah
pengajaran tanpa tujuan. Proses belajar mengajar tidak akan berlangsung jika
tidak bertujuan.
- Bahan Pelajaran
Guru yang mengajar
pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya kepada
anak didik. Guru harus menguasai dua jenis penguasaan bahan pelajaran yaitu
bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok
adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru
sesuai profesinya (displin ilmunya). Sedangkan bahan pelajaran penunjang atau
pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan guru
agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pokok pelajaran. Sehingga
kedua bahan harus sesuai agar dapat memotivasi sebagian bahkan semua anak
didik.
Biasanya aktivitas
anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang guru berikan tidak atau
kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang mengabaikan
prinsip-prinsip mengajar, seperti apersepsidan korelasi, dan lain-lain.
Hendaknya seorang guru dalam menyampaikan bahan pelajaran, memakai bahasa yang
dipahami siswa, hindari memakai bahasa yang sulit dimengerti siswa, karena akan
mempengaruhi situasi dan kondisi belajar mengajar menjadi tidak kondusif.
- Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam interaksi
belajar mengajar, guru dan murid terlibat langsung, dan hendaknya dipahami
bahwa yang berperan aktif adalah siswa, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai
motivator dan fasilitator. Inilah contoh sistem pengajaran dengan pendekatan
CBSA (cara belajar siswa aktif) dalam pendidikan modern (masa kini). Dalam
kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan erbeaan individual anak
didik, yaitu aspek biologis, intelektual, dan psikolgis. Hal ini dilakukan agar
guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara
individual. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan merapatkan hubungan
guru dengan murid, sehingga memudahkan melakukan pendekatan mastery learning dalam mengajar.
Dengan demikian,
kegiatan belajar mengajar yang bagaimana pun, juga ditentukan dari baik atau
tidaknya program pengajaran yang dilakukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan
yang ingin dicapai.
- Metode
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus
terpaku pada satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan yang bervariasi
agar proses belajar mengajar tidak membosankan, tetapi menarik perhatian para
siswa. Tetapi perlu dipahami, walaupun penggunaan metode bervariasi, namun jika
penggunaannya tidak tepat dan tidak sesuai, maka penggunaan metode itu malah
akan mencapai tidak menguntungkan dan malah menjadi boomerang bagi seorang guru yang kurang memahami suatu metode.
Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc. Ed.,
mengemukakan lima
macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode, yaitu :
a.
Tujuan
dalam metode tersebut akan berbeda-beda.
b.
Setiap
anak didik berbeda tingkat kematangan berpikirnya.
c.
Berbagai
situasi pendukung penggunaan metode.
d.
Fasilitas
menurut kuantitas dan kualitas pada saat menggunakan metode
e.
Kemampuan
profesionalisme guru yang berbeda-beda dalam menggunakan sebuah metode.
- Alat
Alat dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud dengan
alat adalah suruhan, perintah, larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu
pengajaran dapat berupa globe, gambar, diagram, slide, video, dan sebagainya.
Para ahli membagi alat pendidikan dan pengajaran menjadi dua, yaitu : alat
material dan non material.
a.
Alat
Material termasuk alat
audiovisual di dalamnya. Penggunaan alat ini sangat didukung oleh Dawyer
(1967), salah satu tokoh Realisme. Beliau berasumsi bahwa belajar yang sempurna
hanya dapat tercapai jika digunakan bahan-bahan audiovisual yang mendekatkan
realitas. Didukung oleh Miller, dkk. (1957), lebih banyak sifat bahan
audiovisual yang menyerupai realisasi maka makin mudah terjadi belajar.
Sehingga seorang guru cenderung untuk memberikan bahan pelajaran yang banyak
dengan memberikan penjelasan mendekati realisasi kehidupan dan pengalaman anak
didik.
Sebagai alat bantu
dalam pendidikan dan pengajaran, alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Kemampuan
untuk meningkatkan persepsi
b. Kemampuan
meningkatkan pengertian
c.
Kemampuan
untuk meningkatkan transfer
(pengalihan) belajar
d. Kemampuan
untuk memberi penguatan (reinforcement)
atau pengetahuan hasil yang dicapai.
e.
Kemampuan
untuk meningkatkan retensi (ingatan).
b.
Alat
non material adalah alat bantu
pengajaran yang tidak berupa benda melainkan berupa motivasi, nasehat-nasehat,
suruhan, perintah dan lain-lain yang bukan benda.
- Sumber belajar
Yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan
kepentingan guna mencapai tujuan yang ingin ditetapkan. Segala bentuk aktivitas yang bisa menjadi sumber belajar
adalah aktivitas yang membuat seorang individu mau belajar. Berdasarkan
pendapat para ahli pada bab II maka, kesimpulannya sumber-sumber belajar itu
adalah :
1. Manusia
(people), dalam hal ini adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.
Manusia bisa dijadikan sumber belajar karena setiap manusia memiliki pengalaman
dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda dalam tiga ruang lingkup itu.
Misalnya, ada seorang teman yang memiliki masalah keluarga, orang tuanya
bercerai, siswa yan mendengarkan akan belajar dari pengalaman siswa yang
terkena masalah agar mampu menumbuhkan keluarga harmonis dalam keluarganya.
2. Buku/perpustakaan, buku juga bisa dijadikan sumber belajar apabila
digunakan pada waktu proses belajar mengajar, begitupun di perpustakaan juga
merupakan sumber belajar, apabila saat belajar itu menggunakan perpustakaan
sebagai medianya.
3. Mass
media, mass media yang
dimaksud adalah sumber belajar itu dapat berupa majalah, surat kabar, radio,
televise, dan lain-lain. Melalui mass media, informasi maupun peristiwa dapat
dijadikan sumber belajar. Misalnya, dalam Bali Post hari minggu ada mimbar
agama Hindu, dari sana seseorang dapat belajar bagaimanakah agama Hindu
tersebut.
4. Alat
dan perlengkapan dalam pengajaran, alat yang dimaksud adalah media pembelajaran yang dijadikan sebagai
sumber belajar, misalnya peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, dan lain sebagainya. Buku juga termasuk apabila
buku dipakai sebagai sumbernya bukan penunjangnya.
5. Lingkungan
(setting), lingkungan yang dimaksud di sini adalah :
1.
Lingkungan
terbuka, apabila lingkungan tersebut di pakai pada saat belajar outdoor, misalnya wisata alam, study tour, PTD, dan lain-lain.
2.
Lingkungan
sejarah atau peninggalan sejarah, misalnya dengan dating ke museum, apabila
ingin mengetahui benda-benda bersejarah dan peninggalan bersejarah. Selain
museum, tempat lain yang bisa di kunjungi adalah : Taman Makam Pahlawan, Pusat
Dokumentasi Warisan Budaya, dan lain-lain.
3.
Lingkungan
manusia, dalam hal ini adalah kehidupan sehari-hari, kadang seseorang bisa
belajar dari lingkungan internal pada dirinya, karena pengalaman sendiri
biasanya merupakan sumber untuk belajar lebih baik lagi.
6. Aktivitas
(activities), aktivitas yang dapat menjadi sumber belajar biasanya
meliputi, pengajaran berprogram, yaitu pengajaran yang berpedoman pada program
pengajaran yang telah ditetapkan, simulasi, karyawisata, dan sistem pengajaran
modul.
- Evaluasi
Pengertian
evaluasi pada bab II merupakan evaluasi secara umum, menurut Ny. Drs. Roestiyah
N.K, (1989 : 85) lebih menekankan kepada proses belajar mengajar, bahwa
evaluasi tersebut adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya,
sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui
sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.
Bukan
berarti pendapat dari Wand and Brown kurang tepat, karena kedua definisi yang
berbeda tersebut ditemukan adanya kesamaan tujuan penggunaan evaluasi. Tujuan
evaluasi yang ditemukan ada 2, yaitu :
1.
Tujuan umum dari evaluasi adalah :
a.
mengumpulkan
data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang
diharapkan.
b.
memungkinkan
pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang di dapat.
c.
menilai
metode mengajar yang dipergunakan.
2.
Tujuan khusus dari evaluasi adalah :
a. Merangsang
kegiatan siswa
b.
Menemukan
sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
c.
Memberikan
bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang
bersangkutan.
d.
Memperoleh
bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua atau lembaga
pendidikan.
e.
Untuk
memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.
Dalam
dua tujuan di atas, maka pelaksanaan evaluasi belajar mengajar bermanfaat
besar. Manfaat tersebut dapat ditinjau dari pelaksanaannya dan ketika akan
memprogramkan serta melaksanakan proses belajar mengajar di masa mendatang
(maksudnya dalam proses belajar mengajar selanjutnya).
Dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, evaluasi yang ditekankan adalah evaluasi
proses dan evaluasi produk. Evaluasi proses dilakukan untuk menilai bagaimana
pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan,
apakah dalam proses tersebut ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap
komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran. Evaluasi
produk dilakukan untuk menilai bagaimana hasil belajar yang telah dicapai
siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap bahan/materi pelajaran yang
telah guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
3.6 Pendekatan dalam Belajar Mengajar
Dari
uraian di atas, dapat dijelaskan mengenai pendekatan belajar mengajar, sebagai
berikut :
a.
Pendekatan
Individual
Setiap anak didik
tidak sama karakteristik individualnya, sebagai contoh pengalaman di kelas. Ada
sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masing dan berkelompok dari
dua sampai lima orang, di depan mereka ada meja dan bangku untuk tempat menulis
atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Walaupun satu kelompok, pastilah gaya
belajar mereka berbeda-beda, perilaku mereka bermacam-macam, bahkan tingkat
perkembangan dan intelegensinya berbeda, selalu ada variasinya.
Jadi, contoh di
atas memberikan gambaran sebagai seorang guru, hendaknya mengerti dan paham
kerakteristik individual siswanya di kelas, apabila sudah dipahami maka guru
juga diberikan wawasan bahwa strategi yang diperlukan juga harus bervariasi.
Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual dalam strategi
belajar mengajarnya. Pendekatan individual bermanfaat untuk menangani masalah
belajar, misalnya untuk menghentikan anak didik yang suka bicara sembarangan di
kelas. Caranya dengan memisahkan/memindahkan salah satu anak didik tersebut ke
tempat yang dengan jarak yang cukup jauh. Anak didik yang suka bicara
ditempatkan pada kelompok anak didik yang pendiam.
Pendekatan
Individual sangat penting artinya untuk proses belajar mengajar, pemilihan
metode tanpa melakukan pendekatan individual, maka metode tersebut tidak akan
bisa digunakan secara maksimal, mengapa? Karena masalah belajar lebih sering
terpecahkan apabila menggunakan pendekatan individual.
b.
Pendekatan
kelompok
Dengan pendekatan
kelompok, diharapkan dapat memupuk rasa sosial dan kekeluargaan pada setiap
anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan emosi dan perasaan pada saat
berinteraksi dengan sesamanya.
Guru dalam
memberikan tugas berkelompok merupakan salah satu bentuk pendekatan kelompok,
melalui kelompok belajar diharapkan siswa mampu berinteraksi dan saling
membantu apabila ada temannya yang lain agak kurang mampu dalam menangkap
penjelasan guru sehingga timbul keakraban berkelompok. Beberapa pengarang
mengatakan, keakraban atau kesatuan kelompok ditentukan oleh tarikan-tarikan
interpersonal, atau saling menyukai satu sama lain. Selaras dengan itu maka
akrab atau keakraban merupakan satu-satunya yang menyebabkan kelompok bersatu.
Akhirnya dapat disimpulkan guru dapat memanfaatkan pendekatan kelompok demi
kepentingan pengelolaan pengajaran pada umumnya dan pengelolaan kelas pada
khususnya.
c.
Pendekatan
Bervariasi
Ketika
guru dihadapkan pada masalah anak didik yang bermasalah, maka guru akan
berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bervariasi, karena setiap
permasalahan yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada
perbedaan. Masalah belajar-mengajar timbul tidak hanya disebabkan oleh siswa,
jika dalam mengajar guru hanya menggunakan satu metode biasanya akan sukar
menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu lama, sehingga yang timbul
adalah gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran kurang menjadi efektif. Jadi, apabila dalam
mengajar menemukan masalah belajar yang bervariasi, hendaknya seorang guru
harus mampu mengadakan pendekatan bervariasi. Misalnya, anak yang suka ribut
dan anak yang suka tidur di kelas merupakan contoh masalah belajar, seorang
guru tidak bisa menggunakan satu metode saja, adakan variasi misalnya jika yang
suka tidur, kita tegur pelan, dan kalo yang suka ribut, kita pindahkan tempat
duduknya.
d.
Pendekatan
Edukatif
Pendekatan guru
sebagai seorang pembimbing, karena tugasnya tidak hanya mengajar saja. Seorang
guru tidak boleh arogan dalam mengajar, misalnya jika ada anak didik yang nakal
dan ribut di kelas, jangan langsung memukul anak itu, walaupun maksudnya
mendidik, tetapi tetap dirasakan salah, karena tidak bernilai pendidikan.
Adakan pendekatan edukatif karena pendekatan edukatif merupakan pendekatan yang
bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai
norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama. Gurulah
yang bertugas menanamkan sikap-sikap tersebut pada diri siswa.
Sebagai contoh,
misalnya tanda masuk kelas berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu,
tetapi suruhlah dia berbaris di depan pintu masuk dan perintahkan ketua kelas
mengatur barisan. Semua anak baik laki-laki maupun perempuan berbaris sesuai
kelompok jenisnya. Setelah aba-aba bersiap, guru berdiri di depan pintu kelas
dan menyalami murid yang masuk kelas satu persatu, barulah terakhir guru masuk
ke kelas.
Dari contoh di
atas, dapat dilihat contoh pendekatan edukatif tersebut berupa perintah atau
suruhan murid untuk berbaris sebelum masuk kelas. Tujuannya adalah membina
watak anak didik dengan pendidikan akhlak yang mulia, guru secara tidak
langsung membina jiwa kepemimpinan dan kedisplinan, membina bagaimana cara
menghargai dan menghormati orang lain dengan cara mematuhi semua perintahnya
yang bernilai kebaikan.
Berbagai masalah
belajar mengajar dapat terjadi di dalam proses belajar mengajar, setiap masalah
memiliki tingkat kesukaran yang berbeda dan tentu saja penyelesaiannya juga
bervariasi. Hal ini menghendaki pendekatan yang tepat. Namun, yang penting
diingat adalah pendekatan individu selalu berdampingan dengan pendekatan
edukatif begitupun dengan pendekatan kelompok dan pendekatan variasi selalu
berdampingan dengan pendekatan edukatif. Jadi, kesimpulannya semua pendekatan
yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan untuk mendidik.
Tindakan guru karena dendam, marah, kesal, benci dan sejenisnya bukanlah
termasuk perbuatan mendidik, karena apa yang guru lakukan itu menurutkan kata
hati atau untuk memuaskan hati.
e.
Pendekatan
Keagamaan
Pada
saat mengajar pelajaran apapun, guru hendaknya selalu menyisipkan pesan-pesan
keagamaan yang bermanfaat agar nilai budaya ilmu tersebut tidak sekuler, tetapi
menyatu dengan dengan nilai agama. Tentu
saja guru harus memahami ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran
yang dipegang. Contohnya, dalam mata pelajaran bahasa bali ada pelajaran anggah ungguhing basa bali, jadi seorang
guru bisa menyisipkan pesan bagaimana cara berbicara yang baik dan benar.
f.
Pendekatan
Kebermaknaan
Kegagalan dalam
proses belajar mengajar lebih banyak disebabkan karena kesalahan penempatan
bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik adalah bahasa yang disepakati
dalam suatu ujaran pada suatu kegiatan dan bahasa yang benar adalah bahasa yang
saat itu dipahami bersama oleh pengujarnya.Jadi, bahasa dalam proses belajar
mengajar tidak harus bahasa baku yang kaku, namun perhatikanlah dan pahami
bahwa bahasa yang baik dan benar apabila bahasa yang digunakan dapat dipahami
dan dicerna dengan baik oleh para siswa, sehingga para siswa teromotivasi untuk
mendengarkan.
Beberapa konsep
penting yang menyadari pendekatan ini diuraikan sebagai berikut :
1.
Bahasa
merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan melalui struktur (tata
kosakata dan tata bahasa) yang berperan sebagai alat pengungkapan makna
(gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan).
2.
Makna
ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkungan situasi yang merupakan
konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran bahasa yang natural,
didukung oleh pemahaman lintas budaya.
3.
Makna
dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda, baik secara lisan dan tertulis
tergantung dari situasi saat ujaran berlangsung, sehingga keragaman ujaran
selalu dalam bentuk lisan maupun tulisan.
4.
Belajar
bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut, sebagai
bahasa sasaran. Belajar berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran
unsur-unsur bahasa sasaran.
5.
Kebermaknaan
bahan pelajaran dan kegiatan belajar mengajar memiliki peranan yang amat
penting dalam keberhasilan belajar siswa apabila berhubungan dengan pengalaman,
minat, tata nilai, dan masa depannya.
6.
Dalam
proses belajar mengajar, siswa merupakan subyek didik yang utama, tidak hanya
sebagai obyek belaka. Karena itu, ciri-ciri dan kebutuhan mereka harus
dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan pengajaran.
7.
Dalam
proses belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa
mengembangkan keterampilan berbahasanya.
3.7 Keberhasilan Belajar Mengajar
Untuk
menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap
guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun, untuk
menyamakan persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku sekarang
yang telah disempurnakan, antara lain bahwa “Suatu proses belajar mengajar
tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional
khususnya ((TIK)-nya dapat tercapai”.
a.
IndikatorKeberhasilan
Yang
menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah
hal-hal sebagai beikut :
-
Daya serap terhadap bahan pengajaran
yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun
kelompok.
-
Perilaku yang digariskan dalam tujuan
pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara
individu maupun kelompok.
Namun
demikian,indikator yang lebih banyak dipakai sebahai tolok ukur keberhasilan
adalah daya serkarena belajar tersebut menggunakan bahan pengajaran,berhasil
atau tidaknya proses belajar mengajar tergantung dari daya serap siswa terhadap
pelajaran.
b.
Penilaian
Keberhasilan
Berdasarkan tujuan
dan ruang lingkupnya, tes prestasi digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai
berikut :
1. Tes
Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur
satu atau beberapa pokok bahasan tertentu untuk memperoleh gambaran daya serap
siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar
tertentu pada waktu tertentu.
2. Tes
Subsumatif
Tes
ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam
waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran daya serap siswa
untuk meningkatkan prestasi siswa. Hasil dari tes ini dimanfatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukkan nilai
rapor.
3. Tes
Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya
serap siswa terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu
kurun waktu. Tujuannya adalah
untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam satu
periode tertentu. Hasilnya dimanfaatkan untuk perankingan dan pengukur mutu sekolah.
c.
Tingkat
Keberhasilan
Keberhasilan proses
belajar mengajar dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1.
Istimewa/maksimal,
suatu proses belajar mengajar dikatakan istimewa atau maksimal apabila seluruh
bahan yang diberikan guru tersebut dikuasai siswa sepenuhnya.
2.
Baik
sekali/optimal, suatu proses belajar mengajar dikatakan berjalan optimal
apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran dikuasai siswa.
3.
Baik/minimal,
suatu proses belajar mengajar dikatakan minimal apabila bahan pelajaran yang
diajarkan 60% s.d. 75% saja dikuasai siswa.
4.
Kurang,
suatu proses belajar mengajar dikatakan kurang apabila tingkat pemahaman siswa
terhadap bahan pelajaran kurang dari 60%.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa prestasi atau keberhasilan belajar dapat tercapai tuntas
apabila antara guru, siswa, dan metode pengajaran terjadi interaksi yang
kondusif.
d.
Program
Perbaikan
Setelah
melihat tingkat keberhasilan suatu proses belajar mengajar, maka selanjutnya
dilakukan revisi apabila hasilnya
belum memuaskan, hal inilah yang dimaksud dengan program perbaikan.
Ada atau tidaknya
program perbaikan ditunjukkan oleh syarat berikut ini:
1.
Apabila
75% dari jumlah siswa yang mengikuti pelajaran tingkat keberhasilannya minimal,
optimal, bahkan maksimal, maka proses belajar mengajarnya berikutnya boleh
membahas materi baru (jangan adakan perbaikan). Bagaimana dengan siswa
minoritas yang belum paham? Seorang guru
boleh melakukan pendekatan belajar mengajar.
2.
Apabila
75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf
keberhasilan kurang, maka proses belajar mengajar selanjutnya hendaknya
bersifat perbaikan (remedial learning).
Pengajaran remedial
biasanya mengandung kegiatan sebagai berikut :
a. Mengulang
pokok bahasan seluruhya
b.
Mengulang
bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c.
Memecahkan
masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama.
d. Memberikan
tugas-tugas khusus.
e. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keberhasilan
Jika
ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, itu
merupakan perkataan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian
seorang guru. Mustahil seorang guru tidak ingin berhasil dalam mengajar.
Apabila seorang guru itu hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan
hati nuraninya, pastilah ia akan berusaha keras untuk berhasil dalam mengajar.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar adalah :
1.
Tujuan
Sedikit
banyak perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Pengajaran
yang dilakukan oleh guru secara langsung akan mempengaruhi kegiatan belajar
anak didik. Jika kegiatan belajar anak didi dan kegiatan mengajar guru
bertentangan, maka dengan sendirinya tujuan pengajaran pun akan gagal dicapai.
Tujuan
adalah pedoman untuk guru mengajar, sehingga guru wajib merumuskan Tujuan
Pembelajaran Khusus (TPK) dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Secara
spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b.
Membatasi
dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi
perubahan perilaku)
c.
Secara
spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan
standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
Perlu
diketahui membuat TPK harus berdasarkan TPU (tujuan pembelajaran umum).
Misalnya, TPK berdasarkan TPU yaitu Dengan
menggunakan kamus sor singgih basa Bali, siswa dapat mengetahui penggunaan basa
alus dalam ujaran sehari-hari
2.
Guru
Pemahaman
konsep, metode, profesi, pengelolaan, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan proses belajar mengajar direncanakan dan diatur oleh guru, misalnya
melalui perencanaan RPP. Jika seorang guru tidak mempunyai skill mengajar bidang studinya, maka sulit menciptakan keberhasilan
proses.
Contohnya
: Guru Bahasa Indonesia mengajar Matematika, tentu saja tidak akan interaksi
antara siswa, guru, dan bahan pelajaran.
3.
Anak
didik
Anak
didik merupakan individu, tiap individu memiliki ciridan karakteristik yang
berbeda. Seorang guru harus paham, tanpa anak didik maka tidak ada proses
belajar mengajar. Jadi, guru harus sudah mempelajari betul anak didik sebagai
subyek didik. Keberhasilan mengajar dapat dilihat dari rapor akhir semester,
maka disana akan terlihat bagaimana anak didik tersebut.
4.
Kegiatan
pengajaran
Saat
mengajar adalah saat-saat mempergunakan berbagai metode yang kondusif saat
menyampaikan suatu materi. Jangan sampai guru salah menerapkan suatu metode.
Contohnya
: seorang guru yang mengajar pelajaran matembang
hendaknya selalu menggunakan metode demonstrasi sebagai metode utama, jangan
menmpatkan metode ceramah sebagai metode utama, karena hal tersebut akan
membuat anak didik tidak maksimal mendapatkan pengetahuan. Namun, bukan berarti
seorang guru hanya memakai satu metode, penggunaan berbagai metod secara tepat
guna akan mendukung keberhasilan proses belajar mengajar.
5.
Bahan
dan Alat Evaluasi
Bahan evaluasi adalah bahan yang
terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik untuk
kepentingan ulangan . Bahan evaluasi
bisa berupa buku pelajaran, kisi-kisi ulangan, dan lain-lain. Alat
Evaluasi adalah sarana untuk menyampaikan bahan evaluasi kepada siswa, misalnya
berupa tes (true false, multiple choice,
matching, completion, dan essay).
Guru harus bisa merumuskan bahan dan alat evaluasi yang
tepat agar bebannya sesuai dengan kemampuan siswa secara individual.
Keberhasilan proses belajar mengajar tergantung kepada seberapa valid dan seberapa reliable suatu bahan dan alat tersebut.
Contoh
: Pada saat memberikan evaluasi tentang pokok bahasan Menulis Bali, seorang
guru jangan memberikan evaluasi berupa tes pilihan ganda (objectif), tetapi berikanlah tes berupa essay yang isinya menulis bali, karena walaupun praktis, terkadang
melalui pilihan ganda membedakan siswa yang mampu dan tidak mampu terhadap
pokok bahasan itu menjadi sulit dibedakan, karena bisa saja pada waktu
mengerjakan situasi dan kondisi berbeda dari yang diharapkan.
6.
Suasana
Evaluasi
Pelaksanaan
atau suasana evaluasi berbeda-beda, tergantung dari jenis evaluasi yang
diberikan. Pengawasan terhadap pelaksanaan evaluasi diperlukan untuk menjaga
anak didik tersebut tetap menngerjakan sendiri. Berbagai teknik dapat dilakukan,
misalnya teknik random teks yaitu sistem acak soal, misalnya soal dibagi
menjadi dua tipe.
Sebagian
besar keberhasilan belajar ditentukan oleh suasana evaluasi.
Sebagai
contoh, apabila pengawas evaluasi masa bodoh terhadap anak didik dan membiarkan
anak didik berlaku tidak tertib, maka dikatakan telah gagal menciptakan
keberhasilan belajar mengajar, karena untuk selanjutnya si anak akan menjadi
malas belajar karena selalu diberi celah.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Proses Belajar Mengajar
merupakan suatu proses yang mengarah kepada perubahan, dimana dalam proses
tersebut terdapat dua kegiatan yang berbeda namun padu, yaitu belajar mengajar.
Belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan segala sadar, sengaja, dan
bertujuan dan perubahan tingkah lakunya mengarah ke hasil yang aktif dan
positif, sementara mengajar merupakan suatu kegiatan yang menciptakan suasana
kondusif agar siswa mau belajar. Sehingga, proses belajar mengajar adalah
proses yang mengarah kepada perubahan tingkah laku siswa saat belajar yang
diselaraskan dengan cara mengajar guru yang optimal agar terciptanya
keberhasilan belajar mengajar.
4.2 Saran-saran
Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan proses belajar mengajar jika belum memahami
seluk-beluk tentang proses belajar mengajar. Untuk itulah, para calon guru
maupun guru agar memanfaatkan skill
yang ada dengan berpedoman dengan karakteristik belajar mengajar tersebut, agar
nantinya pada saat menngajar tidak menemukan masalah belajar yang mengarah pada
kegagalan proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2002. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Sri Anitah Wiryawan. 1987. Modul Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia 1-5. Jakarta :
Karunika
Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Sujana, Drs. I Gede. 1997. Pengantar
Kuliah Micro Teaching. Denpasar : FKIP Universitas Dwijendra.
Uzer Usman, Drs.Moh. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Situs :
http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/
http://www.membuatblog.web.id/2010/08/pengertian-belajar-efektif.html/
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108462-pengertian-proses-belajar-mengajar/
https://inspirasibelajar.wordpress.com/201/03/19/pengertian-proses-belajar-mengajar/
http://pak-gunawan.blogspot.com/
http://72.14.235.132/search?q=cache:yeRhTvLNFuAJ:www.kampusislam.com
http://cvrahmat.blogspot.com/2009/07/pengertian-belajar-mengajar.html./
http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/pengertian-belajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar