BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Munculnya Tari Rejang Sutri
Sejarah munculnya tari Rejang Sutri di desa Batuan, Sukawati, Sukawati sangatlah sulit, karena tidak adanya catatan – catatan, literatur, buku- buku yang menyebutkan tentang tari Rejang Sutri ini. Hanya keterangan secara lisan sebagai cerita rakyat yang secara turun temurun telah dipercayai oleh masyarakat Batuan. Keterangan itu adalah berawal dari kekalahan I Renggan yang sekarang bergelar Ratu Gede Mecaling (menguasai ilmu hitam) atas I Dewa Babi mengakibatkan terciptnya tarian Rejang Sutri tersebut. Kejadian tersebut kira –kira terjadi pada abad ke 17 (1658 Masehi), saat kerajaan Sukawati dipegang oleh Ida Sri Aji Maha Sirikan yang bergelar I Dewa Agung Anom dan nama lainnya Sri Wijaya Tanu.
Kejadian tersebut berawal dari resahnya warga batuan
karena ilmu hitam I Renggan, karena sifatnya sering nelarang aji ugig, misal
ada salah satu masyarakat yang mempunyai suatu upacara yang menggunakan banten
guling babi, dengan kesaktiannya I Renggan menghidupkan guling yang telah
menjadi banten upacara. Suatu hari terjadi hal menarik dan aneh akibat ulah
dari si Renggan. Ada kumpulan masyarakat setempat sedang membuat guling yang
digunakan untuk sarana upakara, I Renggan meminta untuk ikut membantu dalam
membuat guling tersebut namun tidak diizinkan karena masyarakat tahu dia
nelarang aji ugig dan I Renggan disuruh mengguling mentimun yang ada
disampingnya. Ia lalu mengguling timun di samping tempat mengguling babi,
sungguh hal aneh disaat sudah matang tiba – tiba rasa dari guling babai berubah
manjadi rasa mentimun dan guling mentimun yang dibuat oleh I Renggan berubah
rasa menjadi rasa guling babi. Berdasarkan hal tersebut masyarakat Batuan
sampai sekarang mempercayai bahwa setiap menghaturkan guling pasti disampingnya
disertai dengan buah mentimun.
Setiap saat I Renggan seklalu sempat nelarang aji
ugig, maka masyarakat melapor kepada Dewa Babi, dan Dewa Babi memutuskan untuk
mengjak I Renggan bertarung menguling. Pada saat pertandingan, guling I Renggan
di bagian kakinya diikat dengan benang tri datu dan Dewa babi dengan tali
kupas. Barang siapa yang talinya putus akibat terbakar terlebih dahulu ia harus
pergi dari Desa Batuan. Diceritakan pertandingan telah dimulai, selang beberapa
lama hal mengejutkan terjadi, tali benang tri datu terputus itu pertanda bahwa
I Renggan kalah dalam pertandingan dan harus pergi dari Desa Batuan. Kekalahan
itu mengakibatkan I Renggan terusir dari Batuan dan akhirnya tinggal diJungut
Batu Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan di Nusa Penida bernama Ratu Gede
Mecaling. Ratu Gede Mecaling berjanji akan mencari tumbal di Desa Batuan, serta
siapa saja yang berani datang ke Nusa Penida akan mendapatkan celaka, karena itu
warga merasa resah. Jro mangku menyiasati agar pada saat sasih kalima sampai
sasih kesanga agar masyarakat tidur di bawah tempat tidur atau di beten longn
agar dilihat seperti babi.
Lama- kelamaan masyarakat merasa jenuh dengan
bayang- bayang Ratu Gede Mecaling, sesunan ring pura Desa memberikan pawisik
kepada jro mangku agar nyuguhkan sebuah tarian Rejang Sutri dan Gocekan. Sebab
dengan itu dapat meluluhkan hawa nafsu, dendam yang dirasakan oleh Ratu Gede
Mecaling.
Namun pada masa sekarang ini beberapa orang
masyarakat Batauan sudah sering melakukan persembahyangan ke Pura Dalem Peed
Nusa Penida tempat berstananya Ratu Gede Mecaling, tetapi tidak terjadi apa-
apa, dan mudah- mudahan beliau melupakan kejadian masa lalu dan memberikan
keselamatan kepada kehidupan kita.Bahkan suatu kepercayaan bahwa pada mulai sasih kelima ( sekitar bulan Nopember )
sampai sasih kesanga ( bulan Maret )
tahun berikutnya dikenal masa bebrjangkitnya bermacam – macam penyakiy ( wabah
) dan dirasakan sebagai saat – saat sangat genting, kepercayaan masyarakat Desa
Batuan saat inilah I Gede Mecaling sedang berkelana di Bali untuk mencari labaan ( tumbal ) dan menyebar gering / pemyakit. Maka, khususnya di
Batuan menggelar pertunjukan Rejang Sutri untuk meminimalisir pengaruh negatif
saat bulan – bulan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar