Kamis, 24 Mei 2012

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa

A. Judul Penelitian  : Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VI SD …………………..
  1. B.     Latar Belakang Masalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki tujuan yang tertuang pada masing – masing mata pelajaran, salah satunya mata pelajaran IPS. Tujuan mata pelajaran IPS agar peserta didik memiliki kemampuan : ( 1 ) mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan ( 2 ) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial, ( 3 ) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan kemanusiaan, ( 4 ) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, tingkat lokal, nasional dan global. Untuk mempelajari konsep-konsep yang terdapat dalam IPS diperlukan pemikiran yang kritis dan penalaran yang tepat. Di dalam konsep-konsep IPS tersebut terdapat konsep pembelajaran yang kelihatannya sederhana tetapi terkadang membuat peserta didik menjadi bingung. Sehingga prestasi peserta didik dalam mata pelajaran IPS tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Yaitu tercapainya nilai siswa yang melibihi kriteria ketuntasan minimal pada SD ……………………
Hakikat IPS yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas telah ditempuh beberapa cara antara lain perbaikan kurikulum dan penataran-penataran bagi guru-guru. Namun kenyataannya pembelajaran sering dijalankan secara monoton. Proses pembelajaran IPS di SD ………………….. yang dilakukan selama ini masih didominasi oleh metode ceramah. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maka diperlukan penyempurnaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan hakikat IPS. Siswa harus dimotivasi untuk dapat berinteraksi dengan temannya dalam memperoleh pengetahuan, dan diberikan tanggung jawab menemukan dan memperoleh pengetahuannya sendiri, sehingga siswa merasa adanya persaingan yang sehat dan dapat meningkatkan motivasinya dalam proses belajar mengajar.
Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar dan prestasi belajar IPS siswa di SD …………………..  tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan di antaranya peserta didik tidak memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta kemampuan dalam membuat generalisasi, menyusun bukti  atau menjelaskan gagasan dan pernyataan IPS. Selain itu faktor yang sangat mempengaruhi kesulitan dalam memahami pembelajaran IPS di SD …………………..  adalah metode dan pendekatan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran kurang tepat dan membuat siswa menjadi kurang memahami materi tersebut. Selain itu beberapa kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran khususnya  yang diterapkan oleh guru di SD ………………….. dalam mata pelajaran IPS di kelas VI  antara lain ; masih ada paradigma bahwa pengetahuan yang dimiliki guru dapat dipindahkan begitu saja kepada siswa. Asumsi tersebut, guru memfokuskan pelajaran IPS pada upaya penuangan pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa, secara umum, guru di SD ………………….. masih menerapkan metode ceramah, sehingga keterampilan siswa dalam mempraktekkan konsep – konsep yang mereka pelajari sangat kurang, dengan demikian pembelajaran dirasakan tidak bermanfaat, tidak menarik dan membosankan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, selama ini keaktifan siswa dan prestasi belajar siswa dalam mata pembelajaran IPS di SD ………………….. khususnya di kelas VI masih rendah, yang berpatokan dari KKM SD ………………….. yang mencantumkan bahwa KKM untuk mata pelajaran IPS kelas VI adalah 65. Sedangkan hasil belajar IPS siswa kelas VI masih jauh di bawah KKM. Ada dugaan bahwa rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh pendekatan dan media pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan uraian di atas, salah satu inovasi yang dapat diterapkan untuk mengatasinya adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penilitian Aronson dan kawan – kawannya dari Universitas Texas model pembelajaran ini meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa karena interaksi antara siswa itu sendiri baik secara fisik maupun psikologis dapat ditingkatkan. Dalam interaksi tersebut dapat terjadi proses saling mengisi antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, dengan demikian pada akhirnya hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Terkait hal tersebut di atas maka dilaksanakan penelitian ini.
  1. C.    Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1.   Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VI SD. …………………..?
2.   Apakah melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VI SD. …………………..?
  1. D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
  1. Meningkatkan keaktifan  belajar siswa kelas VI SD. ………………….. dalam mata pelajaran IPS melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
  2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD. ………………….. dalam mata pelajaran IPS melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
  3. E.     Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan memiliki manfaat praktis dan teoritis bagi Guru-guru SD Kabupaten Gianyar dan Dinas Pendidikan selaku pemegang kebijakan pendidikan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Dari Segi Teoritis.
Secara umum penelitian ini paling tidak memberikan masukan terhadap dunia pendidikan tentang tingkat keefektifan pendekatan kooperatif tipe jigsaw dan media pembelajaran beserta metode yang mendukung terhadap proses pembelajaran dan secara khusus menjelaskan kelebihan dan kelemahan masing –  masing pendekatan dan media pembelajaran.
2. Dari Segi Praktis
Pada penelitian ini di antaranya memberikan manfaat pada:
a. Guru/Peneliti
1) Mendorong untuk meningkatkan kreativitas guru dalam mengadakan pembelajaran yang menarik.
2) Meningkatkan pengetahuan guru tentang pendekatan kooperatif tipe jigsaw.
3)   Dapat membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi dan menambah wawasan serta keterampilan pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Pembaca
1) Memberitahukan wawasan tentang pendekatan kooperatif tipe jigsaw.
2) Sebagai acuan dalam melaksanakan pendekatan – pendekatan yang mendukung proses pembelajaran.
c. Siswa
1)  Mempermudah siswa untuk memahami materi yang disampaikan.
2)   Mendorong dan memberi rangsangan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
3) Membangkitkan keaktifan  dan minat belajar siswa
d. Sekolah
1)   Memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran  di sekolah.
2)   Mendorong sekolah untuk selalu mengevaluasi tingkat keefektifan pembelajaran di sekolah.
F.   Kajian Pustaka
      1. Landasan Teori
1.1 Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar terdiri dari kata keaktifan dan kata belajar. “Keaktifan memiliki kata dasar aktif yang berarti giat dalam belajar atau berusaha”. Menurut Klien, 1993 (dalam Conny R. Semiawan, 2008: 4) Konsep belajar merupakan proses eksperiensial (pengalaman) yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen dan tidak dapat dijelaskan dengan keadaan sementara. Keaktifan belajar berarti suatu usaha atau kerja yang dilakukan dengan giat dalam belajar. Khusunya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw, dimana siswa memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan teman sebaya di dalam kelompok belajarnya.
1.1.1 Ciri – ciri Keaktifan Belajar
Ada empat ciri keaktifan belajar siswa yaitu 1) keinginan dan keberanian menampilkan perasaan, 2) keinginan dan keberanian serta kesempatan berprestasi dalam kegiatan baik persiapan, proses dan kelanjutan belajar, 3) penampilan berbagai usaha dan kreativitas belajar mengajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya, 4) kebebasan dan kekeluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lain.
1.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap hasil belajar, Nana Sudjana, 2004 (dalam Pengertian Keaktifan Belajar, http://techonly13, diakses tanggal 20 agustus 2010) menyatakan bahwa “ada lima hal yang mempengaruhi keaktifan belajar, yakni: 1) stimulus belajar, 2) perhatian dan motivasi, 3) respon yang dipelajarinya, 4) penguatan, 5) pemakaian dan pemindahan.
1.2  Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai” Nurkancana, 2004 (dalam Pengertian Hasil Belajar, http://techonly13 diakses tanggal 20 agustus 2010)  Sedangkan Hadari Nawawi : 1981 (dalam Pengertian Hasil Belajar, WordPress.com). Menyatakan bahwa: “hasil belajar diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”. Sedangkan ciri-ciri hasil belajar adalah 1) adanya kemampuan siswa untuk mengingat kembali informasi atau materi yang telah dipelajari, 2) adanya kemampuan siswa yang nampak dalam keterampilan mengelompokkan, menyajikan dan menafsirkan data, 3) adanya kemampuan siswa untuk menghasilkan suatu nilai dari materi pelajaran berdasarkan kriteria nyata, jelas dan obyektif.
Mencermati uraian tersebut maka ciri-ciri hasil belajar terwujud dalam ranah kognitif, afektif, psikomotor serta kreativitas pada diri secara wajar tanpa tekanan orang lain. Klasifikasi kognitif menurut taksonomi Blom (dalam http://massofa.wordpress.com/ diakses tanggal 20 agustus 2010) antara lain : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu 1) faktor dari dalam diri siswa meliputi bakat, minat, intelegensi, keadaan indera, kematangan, kesehatan jasmani, 2) faktor dari luar diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru mengajar dan memotivasi.
1.3 Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2006: 5). Bern dan Erickson  (dalam Kumalasari, 2010: 62) mengemukakan bahwa kooperatif learning (pembelajaran kooperatif) merupakan pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa belajar dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Holubec : 2001 (dalam Nurhadi, 2003: 59) menyatakan bahwa pengajaran kooperatif (kooperatif learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja bersama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa, (Nurhadi, 2003: 60). Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok Slavin, 1984 (dalam Kumalasari, 2010: 62)  Sehubungan dengan pengertian tersebut. Johnson, 1994; Hamid Hasan, 1996, (dalam Kumalasari, 2010: 62)  menegaskan bahwa belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil (2-5 orang) dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok. Untuk bersosialisasi dengan anggota kelompoknya siswa harus berlatih menyukai orang lain dan aktivitas sosial. Dengan demikian, anak akan memiliki penyesuaian diri yang baik dan mampu berinteraksi dengan anggota kelompoknya (Hera Lestari, 2007: 4.18). Pendekatan yang menonjolkan keaktifan siswa dalam melakukan sesuatu, akan memberikan pengalaman belajar yang berharga dan bernuansa lain kepada siswa (Syaefudin, 2009 : 162).
Pada dasarnya kooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Kooperatif learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Kooperatif learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model kooperatif learning  harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka  dan hubungan – hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok. Slavin, 1983 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 4). Di samping itu, pola hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan kemampuan dirinya secara individual dan sumbangsih dari anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama – sama dalam kelompok. Stahl 1994 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 4) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “getting better together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama – sama” Slavin, 1992 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 5).
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional, dalam pembelajaran kooperatif peran guru menjadi sederhana (Nurhadi, 2003: 67). Model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang secara tidak langsung dialami oleh siswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata – mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman sebaya. Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata – mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersama – sama dalam kelompok – kelompok belajar kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya di bawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.
Model belajar kooperatif learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama – sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Model belajar kooperatif learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa yang lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi. Dengan kata lain siswa dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban, siswa mampu meningkatkan hubungan dengan teman, siswa dapat mendapatkan rasa kebersamaan. Selain itu, anak termotivasi untuk mencapai prestasi dan mendapatkan rasa identitas. Siswa juga mempelajari keterampilan kepemimpinan dan keterampilan berkomunikasi, bekerja sama, bermain peran, dan membuat atau menaati aturan. Diane E. Papalia, 2007 (dalam Nuryanti, 2008: 69)
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif learning, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama – sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Secara umum pola interaksi yang bersifat terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting bagi siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Hal ini dikarenakan setiap saat mereka akan melakukan diskusi saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan serta saling mengoreksi antarsesama dalam belajar. Tumbuhnya rasa ketergantungan yang positif di antara sesama anggota kelompok menimbulkan rasa kebersamaan dan kesatuan tekad untuk sukses dalam belajar. Hal ini terjadi karena dalam kooperatif learning siswa diberikan kesempatan yang untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya untuk melengkapi dan memperkaya pengetahuan yang dimiliki dari anggota kelompok belajar lainnya dan guru.
Suasana belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara sesama anggota kelompok memungkinkan siswa untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Proses pengembangan kepribadian yang demikian, juga membantu mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar. Siswa yang kurang bergairah dalam belajar akan dibantu oleh siswa lain yang mempunyai gairah lebih tinggi dan memiliki kemampuan untuk menerapkan apa yang telah dipelajarinya. Suasana belajar seperti itu, di samping proses belajarnya berlangsung lebih efektif, juga akan terbina nilai – nilai lain (nurturant values) yang sesuai dengan tujuan pendidikan IPS, yaitu nilai gotong royong, kepedulian sosial, saling percaya, kesediaan menerima, dan memberi, dan tanggung jawab siswa, baik terhadap dirinya maupun terhadap anggota kelompoknya. Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai, dan moral dikembangkan secara mendasar, Hasan; 1996 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 6). Belajar secara kelompok dalam model kehidupan di kelas merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih siswa untuk mengembangkan dan melatih mereka menjadi manusia yang lebih baik.
1.4 Konsep Dasar Pendekatan Kooperatif
Dalam menggunakan model belajar kooperatif learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar – dasar konseptual dalam penggunaan cooperative learning. Adapun prinsip – prinsip dasar tersebut menurut Stahl 1994 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 7)  meliputi sebagai berikut.
1.4.1   Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan pada pemahaman materi pelajaran, sikap, dan proses dalam bekerja sama, ataukah keterampilan tertentu. Tujuan harus dirumuskan dalam bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.
1.4.2   Penerimaan yang Menyeluruh Oleh Siswa Tentang Tujuan Belajar
Guru hendaknya mampu mengondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima kenyataan bahwa setiap orang dalam kelompoknya menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.
1.4.3   Ketergantungan yang Bersifat Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif (Nurhadi, 2003: 60). Untuk mengondisikan terjadinya interdependensi di antara siswa dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan meteri dan tugas – tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya Johnson, 1998. (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 7) Guru harus merancang struktur kelompok dan tugas – tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa untuk merasa tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas – tugas yang diberikan guru.
1.4.4  Interaksi yang Bersifat Terbuka
Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas – tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa itu sendiri untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling memberi dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif  dan terbuka.
1.4.5  Tanggung Jawab Individu
Salah satu dasar penggunaan kooperatif learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama – sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keseluruhan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

1.4.6  Kelompok Bersifat Heterogen
Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa. Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
1.4.7  Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif
Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan siswa lainnya siswa tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap dan pendiriannya pada anggota kelompok lainnya. Pada kegiatan bekerja dalam kelompok, siswa harus belajar bagaimana meningkatkan kemampuan interaksinya dalam memimpin, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas – tugas kelompok. Dalam hal ini guru harus membantu siswa menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku yang baik dalam bekerja sama yang bisa digunakan oleh siswa dalam kelompok belajarnya. Perilaku – perilaku tersebut termasuk kepemimpinan, pengembangan kepercayaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menyampaikan kritik, dan perasaan – perasaan sosial. Dengan sendirinya siswa dapat mempelajari dan mempraktikkan berbagai sikap dan perilaku sosial dalam suasana kelompok belajarnya.


1.4.8  Tindak Lanjut (Follow Up)
Setelah masing – masing kelompok belajar menyelesaikan tugas san pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya, termasuk juga: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagai keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya dikemudikan hari. Oleh karena itu guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama kelompok belajar siswa tersebut bekerja.
1.4.9   Kepuasan dalam Belajar
Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan cooperative learning akan sangat terbatas Stahl, 1992. (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajaran.
Konsep – konsep di atas dalam pelaksanaannya sering disalah mengertikan oleh guru. Banyak di antara mereka yang menganggap bahwa dalam  menggunakan model pembelajaran dengan kooperatif learning cukup satu atau beberapa konsep dasar saja yang ditargetkan Stahl, 1994. (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) Hal ini menyebabkan efektivitas dan produktivitas model ini secara akademis sangat terbatas. Secara khusus dalam menerapkan model ini, guru hendaknya memahami dan mampu mengembangkan rancangan pembelajarannya sedemikian rupa sehingga memungkinkan teraplikasinya dan terpenuhinya keseluruhan konsep – konsep dasar dari penggunaan kooperatif learning.
David dan Roger Johnson 1989, (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 9) menyatakan bahwa pengorganisasian materi dan tugas serta bekerja dalam kelompok tidak cukup memadai bagi terjadinya suasana kerja yang bersifat kooperatif. Pengembangan suasana yang kondusif bagai kelompok belajar dan hubungan – hubungan yang bersifat interpersonal di antara sesama anggota harus ditumbuhkan oleh guru sehingga kelompok belajar dapat bekerja dan belajar secara produktif. Syarat pertama yang harus dilakukan oleh guru selaku pelaksana dan pengembang kegiatan belajar mengajar adalah mengondisikan siswa untuk bekerja sama sebelum menggunakan kooperatif learning Stahl, 1994; Slavin, 1992. (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 10)
1.5            Langkah – langkah Dalam Pembelajaran  Kooperatif
Langkah – langkah dalam menggunakan model kooperatif learning secara umum Stahl, 1994; Slavin, 1983 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 10) dapat menjelaskan secara operasional sebagai berikut:
1.5.1  Langkah Pertama
Yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran, di samping itu, guru pun menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya pembelajaran. Guru dalam merancang program pembelajaran harus mengorganisasikan meteri dan tugas – tugas siswa yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya, bahwa materi dan tugas – tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai pembelajaran, guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh guru, karena dengan demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama proses belajar mengajar berlangsung.
1.5.2  Langkah Kedua
Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar bersama secara bersama dalam kelompok – kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi, guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut nantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok – pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi yang menadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran berdasarkan apa yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk. Kegiatan ini dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya masing – masing. Pada saat siswa belajar secara berkelompok, maka guru mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang telah dirancang sebelumnya.
1.5.3  Langkah Ketiga
Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Pemberian pujian dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru saat siswa bekerja dalam kelompoknya. Di samping itu, pada saat kegiatan kelompok berlangsung, ketika siswa terlibat dalam diskusi masing – masing kelompok, guru secara periodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual maupun secara klasikal.
1.5.4  Langkah Keempat
Guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing – masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi di kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan – kelemahan yang ada atau serta perilaku menyimpang yang dilakukan selama pembelajaran. Di samping itu, pada saat tersebut, guru juga memberikan beberapa penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru tetap berperan sebagi mediator dan motivator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan kritik terhadap proses pembelajaran harus diupayakan berasal dari siswa, kemudian barulah guru melakukan beberapa perbaikan dan pengarahan terhadap ide, saran, dan kritik yang berkembang.
Model – model pembelajaran kooperatif meliputi kepala bernomor, skrip kooperatif, tim siswa kelompok prestasi, berpikir berpasangan berbagi, model Jigsaw, melempar bola salju, kooperatif terpadu membaca dan menulis, dan dua tinggal dua tamu. Namun dalam penelitian ini hanya membahas pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
1.6  Jigsaw (Model Tim Ahli)
Model tim ahli ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan – kawannya dari Universitas Texas dan kemudian diadopsi oleh Slavin, melalui model ini kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen (Nurhadi, 2003: 64). Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen – komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa atau lebih dan maksimal 5 orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik – baiknya. Siswa dari masing – masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua, tiga orang atau lebih tergantung dari banyaknya subtopik yang dibahas.
Siswa – siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam ; (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing – masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Langkah – langkah pembelajaran :
  1. siswa dikelompokkan ke dalam  4 anggota tim.
  2. Tiap orang dalam tim diberi materi yang berbeda.
  3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
  4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok yang baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub – bab mereka.
  5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh – sungguh.
  6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
  7. Guru memberi evaluasi.
  8. Penutup.

1.7  Pembelajaran IPS di SD
1.7.1 Latar Belakang Landasan Kurikulum Tingkat Satuan  Pendidikan
Kurikulum pendidikan dasar disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. Kurikulum pendidikan dasar yang berkenaan dengan sekolah dasar (SD) menekankan kemampuan dan keterampilan dasar baca – tulis – hitung sebagai mana tercermin dalam kemampuan dan keterampilan penggunaan bahasa (baca – tulis – bicara) serta berhitung (menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, mengukur sederhana dan memahami bentuk geometri) yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Pendidikan dasar adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau satuan pendidikan yang sederajat.
1.7.2  Pengertian Pendidikan IPS
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian Social Studies seperti di Amerika Serikat (Winataputra, 2007: 1.3). Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah seperti ilmu sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial. IPS seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia merupakan bidang studi. Dengan demikian IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang dipelajari cukup luas. Bidang garapannya itu meliputi gejala – gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalisa faktor – faktornya, sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya. Memperhatikan kerangka kerja IPS seperti yang di kemukakan di atas, dapat ditarik pengertian IPS sebagai berikut: IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan. (Ishak, 2000: 1.37)
1.7.3  Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah pendidikan IPS dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari Social Studies dalam konteks kurikulum Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Social Studies yang mengembangkan kurikulum di As, Marsh, 1980 (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 14).
Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan merupakan fusi dari berbagi disiplin ilmu. Martorella 1987(dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 14), mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang lebih dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikannya.
Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial (pendidikan IPS), para ahli sering mengaitkan dengan berbagi sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya Gros, 1978. (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 14) Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana anak didik tumbuh dan berkembang sebagi bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya.
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan Kosasih, 1994, (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 15) agar pembelajaran pendidikan IPS benar – benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada siswa. Penekanan pembelajarannya bukan batas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan di masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar – benar berguna dan bermanfaat bagi siswa Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996, (dalam Solihatin dan Raharjo, 2008: 15)
Setiap bidang studi yang tercantum dalam kurikulum sekolah telah dijiwai oleh tujuan yang harus dicapai oleh pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) bidang studi tersebut secara keseluruhan. Tujuan ini disebut tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan kurikuler yang dimaksud adalah tujuan pendidikan IPS. Secara keseluruhan tujuan pendidikan IPS di SD adalah sebagai berikut;
  1. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya kelak di masyarakat.
  2. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadai dalam kehidupan di masyarakat.
  3. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.
  4. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.
5.   Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. (Ishak, 2000: 1.38)
Untuk mewujudkan tujuan di atas, guru IPS yang berwajiban sebagai pengembang kurikulum, senantiasa harus memperhatikan tujuan terebut yang dituangkan dalam persiapan mengajar atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam kegiatan belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial, siswa dapat dibawa langsung ke dalam lingkungan alam dan masyarakat. Dengan lingkungan alam sekitar, siswa akan akrab dengan kondisi setempat sehingga mengetahui makna serta manfaat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial secara nyata.
Di samping itu dengan mempelajari IPS, siswa secara tidak langsung dapat mengamati dan mempelajari norma – norma serta kebiasaan – kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh setelah mempelajari ilmu pengetahuan sosial di samping mempersiapkan diri untuk terjun ke masyarakat, juga membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dengan mentaati aturan yang berlaku dan turut pula mengembangkannya serta bermanfaat pula dalam mengembangkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
IPS sebagai program pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan justru wajib mengembangkan nilai tersebut. Dengan membina dan mengembangkan nilai – nilai, kita sangat mengharapkan terciptanya SDM Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kepedulian, kesadaran dan tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap masyarakat bangsa serta negara. Perkembangan kehidupan sosial hari ini dan terutama di masa yang akan datang, menuntut SDM yang demikian, nilai – nilai itu antara lain;
  1. Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah yang lebih baik. Perilaku ini meliputi aspek – aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Peningkatan perilaku kognitif di sini, tidak hanya terbatas makin menigkatnya pengetahuan sosial, melainkan meliputi pula nalar sosial dan kemampuan mencari alternatif – alternatif pemecahan masalah sosial.
  1. Nilai Praktis
Kita bersama sepakat bahwa pelajaran dan pendidikan apapun, nilainya tidak berarti apabila tidak dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari – hari. Dengan perkataan lain, pelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik, jika tidak memiliki nilai praktis. Oleh karena itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang pengetahuan yang konseptual – teoritis belaka, melainkan digali dari kehidupan sehari – hari, mulai dari lingkungan keluarga, di pasar, di jalan, di tempat bermain dan seterusnya. Dalam hal ini, nilai praktis itu disesuaikan dengan tingkat umur dan kegiatan peserta didik sehari – hari.
  1. Nilai Teoritis
Membina peserta didik hari ini pada proses perjalanannya diarahkan menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu, pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan membahas kenyataan, fakta, dan data yang terlepas – lepas melainkan lebih jauh dari pada itu menelaah keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan yang lain – lainnya.
  1. Nilai Filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS secara bertahap dan keseluruhan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik, dapat mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk sosial. Melalui proses yang demikian, peserta didik dikembangkan kesadaran dan penghayatannya  terhadap keberadaannya di tengah – tengah masyarakat, bahkan juga di tengah – tengah alam raya ini.
1.8  Perbaikan Pembelajaran IPS Kelas VI di SD …………………..
            Perbaikan pembelajaran adalah perbaikan yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di SD ……………………

 2. Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik sering dihadapkan oleh berbagai masalah yang sering berganti-ganti. Oleh karena itu peserta didik. harus dibiasakan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Seluruh rangkaian dan langkah pemecahan masalah merupakan latihan dalam menghadapi segala masalah yang terjadi. Dengan adanya masalah, peserta didik dapat belajar memecahkannya. Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang mencakup kemampuan peserta didik dalam menganalisis dan memecahkan masalah. Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan  pembelajaran  mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.
  1. 3.      Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dengan skenario seperti tersebut di atas, maka dapat dimunculkan hipotesis tindakan dalam penelitian sebagai berikut :
3.1     Jika menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran IPS, maka akan dapat meningkatkan keaktifan belajar pada siswa kelas VI SD ……………………
3.2     Jika menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran IPS, maka akan dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VI SD ……………………
  1. G.    Metode Penelitian                                            
  2. 1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research), penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat, (Wardhani, 2007: 1.3)
Masalah yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas ini adalah meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI mata pelajaran IPS SD …………………… Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2010/2011, selama 2 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai bulan November 2010. Pemilihan waktu tersebut karena ditemukan permasalahan pada bulan september, yang jika tidak di tindak lanjuti akan membuat tujuan pembelajaran IPS yang inginkan pada perencanaan akan tidak tercapai. Dalam penelitian ini menitik beratkan pada peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan hasil belajar siswa.
  1. 2.      Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 6 SD ………………….. yang berjumlah 22 orang terdiri dari 13 orang siswa putri dan 9 orang siswa putra, dan adapun objek dari penelitian ini adalah hasil belajar dan keaktifan siswa.
  1. 3.      Rencana Tindakan
Rencana tindakan penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur memakai dua siklus.
A. Siklus I
1.   Perencanaan Siklus I
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi :
  1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi pembelajaran.
  2. Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep -  konsep IPS dengan baik.
  3. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai oleh siswa kelas VI SD ……………………
2.   Pelaksanaan Tindakan
Siklus Materi Pembelajaran Pertemuan Waktu
I
I

I
Kenampakan Alam Negara – negara di Dunia Sistem Pemerintahan Negara – negara besar di Dunia
Benua – benua yang Terdapat di Dunia
1 kali Pertemuan
1 kali Pertemuan

1 kali Pertemuan
3 x 35 Menit
3 x 35 Menit

3 x 35 Menit

3.   Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang mengacu kepada lembar observasi pada pelaksanaan pemantapan praktek lapangan, yang disusun oleh LPPL. Proses observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati keaktifan siswa dalam kelas selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku siswa selama proses pembelajaran.
4.   Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut ditujukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80% siswa mencapai nilai paling tinggi 6.0 maka tindakan dianggap tidak berhasil dan perlu dilakukan perbaikan pada siklus II.
5.   Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan – kelemahan atau kekurangan – kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
  1. Data dan Cara Pengambilannya
    1. Sumber data : subjek penelitian yaitu siswa kelas VI SD ……………………
    2. Jenis Data : data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi.
    3. Cara Pengambilan Data :
    4. Data keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi.
    5. Data tentang hasil belajar IPS siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar.

B. Siklus II
1.   Perencanaan Siklus II
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini meliputi :
  1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
  2. Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep -  konsep IPS dengan baik.
  3. Mendesain alat evaluasi untuk melihat apakah materi IPS telah dikuasai oleh siswa.
2.   Pelaksanaan Tindakan
Siklus Materi Pembelajaran Pertemuan Waktu
II

II

II
Kenampakan alam yang terdapat pada masing – masing benua di dunia Gejala alam indonesia dan negara tetangga
Cara – cara menghadapi bencana alam

1 kali Pertemuan

1 kali Pertemuan

1 kali Pertemuan
3 x 35 Menit

3 x 35 Menit

3 x 35 Menit

3.   Observasi
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang mengacu kepada lembar observasi pada pelaksanaan pemantapan praktek lapangan yang disusun oleh LPPL. Proses observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati keaktifan  siswa dalam kelas selama proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Pengamatan juga dilakukan terhadap perilaku dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku siswa selama proses pembelajaran.
4.   Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pelaksanaan tindakan. Evaluasi tersebut ditujukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pokok bahasan yang diajarkan. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes hasil belajar yang disusun peneliti. Bilamana secara klasikal minimal 80% siswa mencapai nilai paling rendah 6.0 maka tindakan dianggap telah berhasil dilaksanakan.
5.   Refleksi
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Karena hasil belajar dan keaktifan siswa sudah memenuhi standar maka kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw telah berhasil diterapkan dalam proses pembelajaran.
6.   Data dan Cara Pengambilannya
  1. Sumber data : subjek penelitian yaitu siswa kelas VI SD ……………………
  2. Jenis Data : data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi.
  3. Cara Pengambilan Data :
  4. Data keaktifan siswa diambil dengan menggunakan lembar observasi.
  5. Data tentang hasil belajar IPS siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar.
4.   Pelaksanaan Tindakan
      4.1 Pelaksanaan Tindakan Pada Siklus I dan II
Pada penelitian ini terintegrasi dalam proses pembelajaran dan dilakukan dalam dua siklus. Pada kegiatan ini diterapkan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen – komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa atau lebih dan maksimal 5 orang siswa, sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik – baiknya. Siswa dari masing – masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari dua, tiga orang atau lebih tergantung dari banyaknya subtopik yang dibahas.
Siswa – siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam ; (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya, (b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing – masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Langkah – langkah pembelajaran :
  1.                        a.          Siswa dikelompokkan ke dalam  4 anggota tim.
    1.                         b.      Tiap orang dalam tim diberi materi yang berbeda.
    2.                          c.      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
    3.                         d.      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok yang baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan subbab mereka.
    4.                          e.      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh – sungguh.
    5.                          f.      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
    6.                         g.      Guru memberi evaluasi.
    7.                         h.      Penutup.
5.   Observasi
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, melalui rubrik penilaian keaktifan. Observasi dijalankan dengan mengamati dan mencatat pola prilaku siswa melalui cara – cara yang sistematis (Pedoman Pelaksanaan PPL – Real, 2010: 12 – 13)
Tabel Pedoman Observasi Keaktifan Belajar Siswa
NO
Indikator Keaktifan
SKOR
I BERTANYA
1
Siswa aktif bertanya dalam proses pembelajaran
1    2    3    4    5
2
Siswa bertanya mengenai masalah yang diberikan oleh guru maupun temannya
1    2    3    4    5
3
Siswa menanyakan gagasan/ ide yang disampaikan siswa lain
1    2    3    4    5
4
Siswa mengajukan permasalahan tentang konsep yang tidak dipahami
1    2    3    4    5
5
Siswa menyusun daftar pertanyaan/ soal yang belum dipahami
1    2    3    4    5
II MENJAWAB
1
Siswa terlibat aktif menjawab saat kegiatan pembelajaran
1    2    3    4    5
2
Siswa memberikan pendapatnya ketika diberikan kesempatan
1    2    3    4    5
3
Siswa aktif mencatat berbagai penjelasan yang diperoleh
1    2    3    4    5
4
Siswa melaporkan hasil diskusi secara sistematis
1    2    3    4    5
5
Siswa meringkas atau merangkum materi pembelajaran
1    2    3    4    5
III BEKERJASAMA  
1
Siswa menunjukkan interaksi positif diantara kelompok
1    2    3    4    5
2
Siswa dalam memecahkan masalah melibatkan teman kelompok
1    2    3    4    5
3
Siswa bersama-sama mencari informasi untuk menyelesaikan masalah
1    2    3    4    5
4
Siswa mendiskusikan alternatif jawaban terhadap tugas yang diberikan
1    2    3    4    5
5
Siswa bersama-sama melakukan percobaan/ peragaan
1    2    3    4    5
IV MENGEMUKAKAN IDE  
1
Siswa mengemukakan pendapat/ saran secara lisan maupun tulisan
1    2    3    4    5
2
Siswa menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya
1    2    3    4    5
3
Siswa mengemukakan alternatif pemecahan masalah
1    2    3    4    5
4
Siswa menemukan gagasan/ide baru (inovatif)
1    2    3    4    5
5
Siswa memperbaiki atau menyempurnakan jawaban
1    2    3    4    5
TOTAL

Keterangan :
  1. Skor 1 jika pertanyaan tersebut dilakukan oleh kurang dari 10% seluruh siswa
  2. Skor 2 jika pernyataan tersebut dilakukan oleh tidak kurang dari 11% dan tidak lebih dari 40% seluruh siswa
  3. Skor 3 jika tersebut dilakukan oleh tidak kurang dari 41% dan tidak lebih dari 60% seluruh siswa
  4. Skor 4 jika pernyataan tersebut dilakukan oleh tidak kurang dari 61% dan sampai 80% seluruh siswa
  5. Skor 5 jika pernyataan tersebut dilakukan oleh tidak kurang dari 81% dan sampai 100% seluruh siswa
    1. Penentuan jumlah skor N = (skor yang diperoleh : Skor Maksimal) x 100
Tabel  Persentase Keaktifan Belajar IPS
No
Persentase
Kriteria Keaktifan  Belajar IPS
1.
0 – 54
Sangat Tidak Aktif
2.
55 – 64
Kurang Aktif
3.
65 – 79
Cukup Aktif
4.
80 – 90
Aktif
5.
90 – 100
Sangat Aktif

Sedangkan kegiatan evaluasi dilakukan dengan membuat instrumen/tes ulangan tulis dan LKS untuk mengetahui hasil belajar siswa.
6. Evaluasi dan Refleksi
Semua hasil yang diperoleh baik dari data observasi dan hasil tes dikumpulkan untuk dikaji dan dianalisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Dari hasil keputusan yang diperoleh kemudian dilakukan direfleksi dan dijadikan acuan dalam perencanaan siklus berikutnya.
Dari hasil evaluasi dan observasi awal, maka dalam refleksi ditetapkan tindakan yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar IPS siswa, yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw. Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut, maka dilaksanakanlah penelitian tindakan kelas ini dengan prosedur memakai dua siklus.
7.   Instrumen dan Analisis Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu tes hasil belajar dan lembar observasi. Untuk mengetahui hasil pemahaman siswa dalam proses pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe jigsaw menggunakan tes hasil belajar sedangkan untuk mengetahui keaktifan siswa digunakan lembar observasi.
Wardhani, dkk (2007:5.4) mengatakan analisis data upaya yang dilakukan seorang guru yang berperan sebagai peneliti untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan dalam bentuk dapat dipercaya dan benar. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
  1. Mengumpulkan dan mengkaji data keaktifan siswa serta hasil belajar yang dilaksanakan melalui observasi dan tes.
  2. Mencari rata – rata keaktifan dan ketuntasan klasikal.
Untuk mencari nilai rata-rata/ mean digunakan rumus  (Sudjana, 2005:67). Dengan keterangan :
= jumlah skor
= jumlah siswa dalam kelas
Ketuntasan klasikal digunakan rumus :

Tabel 2 Persentase Hasil Belajar IPS
No
Persentase
Kriteria Hasil Belajar IPS
1.
0 – 54
Sangat Rendah
2.
55 – 64
Rendah
3.
65 – 79
Sedang
4.
80 – 90
Tinggi
5.
90 – 100
Sangat Tinggi
Sumber : A.A. Gede Agung (1997 : 76)
  1. H.    Jadwal Penelitian                       
No
Kegiatan
Bulan/ Minggu
 
Agustus
September
Oktober
November
 
1 Identifikasi Masalah                                      
2 Pengajuan Judul                                      
3 Penyusunan Proposal                              
4 Seminar                                      
5 Pelaksanaan Penelitian                                      
  Skilus I                                      
  Siklus II                                      
6 Analisis Data                                    
7 Penyusunan Laporan                                
8 Ujian Skripsi                                    









































  1. I.       Daftar Pustaka
Agung, A.A Gede. 2003. Konsep dan Tehnik Alasis Data Penelitian Tindakan Kelas. Singaraja : Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP IKIP Negeri Singaraja.

Anggoro, Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran.Cetakan Ke-3. Bandung : Alfabeta.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk SD/MI. Jakarta : Depdiknas.

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teoari – Teoari Belajar. Bandung : Erlangga.

Ischak. 2000. Pendidikan IPS di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasinya. Bandung : PT. Refika Aditama.

Mikarsa, Hera Lestari. 2007. Pendidikan Anak di SD. Jakarta :
Universitas Terbuka.

Nurhadi dan Senduk Gerrad Agus. 2003. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Surabaya : Universitas Negeri Malang.

Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : PT. Indeks.

Pedoman Pelaksanaan PPL – Real. 2010. Undiksha : Singaraja

Saud, Syaefudin Udin. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabet

Satori, Dja’man. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Semiawan, Conny R. 2008. Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta : PT. Indeks.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learnig Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : Tarsito

Sumaatmadja, Nursid. 2004. Konsep Dasar IPS. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sumatri, Mulyani dan Syaodih, Nana. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka.

Wardhani, IGAK dan Wihardit, Kuswaya. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.

Winataputra, Udin S, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.

———————-, 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

Sumber Elektronik

Pengertian hasil Belajar”. Tersedia pada http://techonly13. wordpress. com/2009/07/04/ pengertian-hasil-belajar (diakses tanggal 20  Agustus 2010)

Pengertian Keaktifan”. Tersedia pada http://techonly13. wordpress. com/2009/07/04/ pengertian-hasil-belajar (diakses tanggal 20  Agustus 2010)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar