Rabu, 06 Juni 2012

makalah paper karya ilmiah Perkembangan Peserta Didik yang berjudul “ Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Banyak ditemukan dalam proses pembelajaran di sekolah guru terlihat aktif  berceramah sementara siswa hanya mendengarkan. Guru belum berupaya maksimal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah untuk memperoleh  hasil pembelajaran yang maksimal. Sehingga tidak hanya guru yang aktif menjelaskan namun, siswa juga ikut aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran itu sendiri adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru maupun bagi peserta didik dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar. Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik.  
Oleh karena itu, disini guru dituntut untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran dengan berbagai model pembelajaran. Disini kita akan membahas model pembelajaran Mastery Learning dan QTL serta implementasinya dalam pembelajaran Bahasa Bali di tingkat SMP kelas VII.
1.2       Rumusan Masalah
1.       Apa itu pembelajaran Mastery Learning serta bagaimana implementasinya dalam pembelajaran  ?
2.      Apa itupembelajaran  QTL serta bagaimana implementasinya dalam pembelajaran ?
1.3      Tujuan
1.      Agar mahasiswa mengetahui implementasi model pembelajaran Mastery Learning .
Agar mahasiswa mengetahui implementasi model pembelajaran Quantum Learning






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MODEL PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING
      2.1.1 Pengertian Mastery Learning
                        Adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh stantar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu yang sesuai untuk mencapai tingkat penguasaan, apabila peserta didik menghabiskan materi yang diberikan maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi tersebut. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu untuk mempelajari materi yang diperlukan secara penuh maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik belum optimal.
                          Secara filosofis model pembelajaran Mastery Learning adalah pendekatan pembelajaran berdasar pandangan filosofi bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat.
Model pembelajaran ini menegaskan betapa pentingnya swkolah di kondisikan agar dapat member perlakuan belajar dan menyediakan waktu belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Model pembelajaran ini di tegaskan pula bahwa tingkat kebutuhan perlakuan dan waktu belajar sangat tergantung pada potensi siswa sehingga sekolah yang efektif member perlakuan belajar tudak sama untuk seluruh siswa karena harus di sesuaiakan dengan tingkat kebutuhan pelayanan
Terdapat dua factor utama yang menentukan kecepatan siswa mencapai ketuntasan belajar, pertama adalah kecerdasannya, dan kedua motivasinya.
Dalam isitilah kecerdasan memayungi gambaran makna yang terkandung dalam pikiran yang berhubungan membentuk berbagai kemampuan, kemampuan berargumentasi, merencanakan, memecahkan masalah, berfikir abstrak, mengembangkan ide secara utuh dan menyeluruh serta kemampuan belajarnya. Kecerdasan juga meliputi kreatifitas, kepribadian, karakter, ilmu pengetahuan atau kebijakan. Motivasai dapat di umpamakan sebagai mesin penggerak. Kalau pada sepeda motor besarnya motivasi itu bergantung pada besar CC pada mesin. Kembali pada potensi siswa, maka semakin besar motivasi dan semakin tinggi kecerdasannya maka semakin  besar kemungkinannya siswa itu masuk dalam kelompok atas.
Secara empirik sebaran kecerdasan siswa dalam kelas berada pada kelompok rata-rata. Hal yang fenomenal dalam proses pembelajaran pendidik memperlakukan siswa dengan perlakuan rata-rata. Konsekuaensi dari penyikapan ini sesungguhnya pelayanan guru yang di lakukan lebih banyak memenuhi kebutuhan siswa rata-rata pula. Oleh karena itu siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi selalu lebih cepat menguasai pengetahuan maupun dalam memecahkan masalah. Akibatnya siswa kelompok atas selalu harus menunggu teman sekelompoknya selesai menyelesaikan pelajarannya. Jika tidak memperoleh perlakuan dalam masa menunggu itu siswa pandai selalu mencari kesibukan lain. Adakalanya mereka menjadi pengganggu temannya sehingga bisa jadi karena itu di cap sebagai siswa nakal. Sebaliknya siswa yang paling bawah akan selalu menghadapi kendala ketertinggalan. Dengan memperhatikan kondisi ini maka dalam pelayanan pendidikan memerlukan pelayanan standar untuk siswa rata-rata, pelayanan pengayaan untuk siswa kelompok atas dan pelayanan perbaikan untuk siswa kelompok bawah. Atas dasar argumentasi inilah maka system kredit semester itu di perlukan sebagai solusi agar kecepatan belajar siswa dapat berkembang menurut potensidirinya. Dengan pelayanan system kredit semester :
1.  seluruh individu dapat belajar sesuai dengan potensinya.
2. seluruh individu belajar dengan caranya masing-masing pada tingkat    kecepatan yang berbeda.
3. dengan pelayanan belajar yang kondusif maka potensi perbedaan karakter        tiap individu akan lebih jelas terlihat.
4. yang tidak terkoreksi kan lebih mudah di pertanggung jawabkan pada hampir seluruh bentuk kesulitan belajar.
Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar tuntas (mastery learning), siswa-siswa yang mengalami kesulitan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan mendapatkan pelajaran tambahan (remedial) agar mereka juga bisa sukses melewati kajian itu, sedangkan bagi siswa yang berhasil tuntas menguasai kajian tersebut dapat diberikan program pengayaan.Pendekatan belajar tuntas (Mastery Learning) dapat dilaksanakan dan mempunyai efek meningkatkan motivasi belajar intrinsik. Pendekatan ini mengakui dan mengakomodasi semua siswa yang mempunyai berbagai tingkat kemampuan, minat, dan bakat tadi asal diberikan kondisi belajar yang sesuai. Adanya alokasi waktu khusus untuk remedial dan pengayaan dalam penerapan KTSP di sekolah-sekolah memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk menuntaskan belajarnya pada suatu kajian. Masing-masing siswa membutuhkan alokasi waktu dan upaya yang berbeda-beda untuk menguasai suatu materi ajar.
Pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan belajar tuntas(Mastery Learning), siswa-siswa yang mengalami kesulitan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan mendapatkan pelajaran tambahan (remedial) agar mereka juga bias sukses melewati kajian itu. Sedangkan bagi siswa yang berhasil tuntas menguasai kajian tersebut dapat diberikan progam pengayaan. Penerapan pendekatan belajar ini adalah penggunaan komunikasi yang tepat memegang peranan yang sanat penting. Ini berkaitan dengan upaya agar siswa yang lamban tidak merasa rendah diri, dan siswa yang tepat menguasai suatu kajian tidak menjadi tinggi hati. Kemungkinan efek bahwa mwngulang-ulang suatu kajian dan kebutuhan waktu yang banyak untuk menguasai suatu materi ajar bagi siswa yang lamban sebagai sesuatu yang memalukan harus dihindarkan. Efek pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning) justru harus dan dapat diarahkan oleh guru agar menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Guru harus dapat meyakinkan bahwa semua siswa bisa menguasai suatu materi ajar, walaupun beberapa memerlukan alokasi waktu yang lebih banyak dan upaya yang lebih keras. Kebutuhan alokasi waktu yang berbeda-beda dan upaya keras atau mudah yang di perlukan masing-masing siswa adalah suatu hal yang sangat alamiah dan lumrah. Rasa percaya diri yang besar akan muncul seiring penguasaan-penguasaan siswa lamban terhadap materi ajar. Jika ini dapat di pertahankan dalam setiap pembelajaran yang di lakukan oleh guru, maka motivasi belajar intrinsic akan muncul secara perlahan dan segera memberikan efek balik yang luar biasa bagi siswa lamban tersebut dan bahkan seluruh kelas. Hal lain yang harus di ingat, dalam penggunaan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) guru harus lebih sering memberikan umpan balik (feed back) kepada seluruh anggota kelas.ini akan memberikan informasi kepada siswa tentang kemajuan penguasaan terhadap suatu kajian yang sedang di pelajari, juga titik-titik kelemahan mereka yang masih harus di perbaiki. Kejelasan informasi sedang berada di titik mana kemampuan siswa di banding penguasaan materi ajar yang harus di tuntaskan oleh siswa akan membantu siswa-siswa belajar dengan lebih efektif dan efisien. 

2.1.2  Implementasi model pembelajaran Mastery Learning (Pembelajaran Tuntas) di tingakat SMP Kelas VII :
Kurikulum saat ini mempersyaratkan siswa untuk menguasai secara tuntas seluruh materi secara umum, khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Bali di tingkat SMP Kelas VII, dengan Standar Kompetensinya : Memahami penulisan aksara Bali dan Kompetensi Dasarnya: Menuliskan beberapa kata atau kalimat dengan aksara Bali. Pada saat mengadakan evaluasi melalui ulangan harian, di sini siswa di tugaskan untuk menulis beberapa kata atau kalimat dengan aksara Bali untuk memenuhi SK dan KD yang di tentukan, namun apabila ada siswa yang tidak dapat menuntaskan materi ajar tersebut, maka guru akan memberikan remedial (pengayaan) dengan mempergunakan pendekatan individualis terhadap siswa-siswa yang bersangkutan. Agar siswa tersebut dapat menuntaskan materi ajar sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya.

2.2    MODEL PEMBELAJARAN QTL
        2.2.1 Pengertian QTL                       
Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, proses membuat sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya. Jadi, Quantum Teaching Learning (QTL) menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsure yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi dalam kelas. Keberhasilan proses belajar yang di alami oleh seseorang tidak terlepas dari beberapa factor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari luar diri individu maupun yang berasal dari dalam diri individu. Factor yang berasal dari dalam diri individu berupa : motivasi, partisipasi, konfirmasi, pengulangan, dan aktifasi. Adapun yang berasal dari luar diri individu dapat berasal dari bahan ajar, pengajar, ataupun lingkungan tempat dia belajar. Quantum Teaching Learning (QTL) menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat dan belajar aktif. Oleh karena itu belajar dalam konsep QTL adalah memperdayakan seluruh potensi yang ada, sehingga proses belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan, bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. QTL mengonsep tentang ‘menata pentas’ lingkungan belajar yang tepat. Penataan lingkungan di tujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan asset penting untuk belajar. Peserta didik quantum di kondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Target penataannya adalah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Penataan lingkungan belajar ada 2, yaitu :
1. Lingkungan mikro adalah tempat peserta didik melakukan proses belajar (belajar dan rekreasi). QTL menekankan penataan cahaya, music, dan desain ruang, karena semua itu di nilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi.
2.Lingkungan makro adalah dunia yang luas. Peserta didik di minta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka di minta untuk memperluas lingkungan, pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang di minatinya. Kemampuan dalam menyerap informasi selanjutnya di kenal dengan dengan istilah modalitas belajar. Mengelompokkan modalitasa seseorang menjadi tiga kelompok yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Dalam proses belajar modalitas tersebut dapat di bantu dengan menggunakan media pembelajaran. Seseorang yang bertanggung jawab terhadap dirinya, akan benar-benar menyadari terhadap modalitas, khususnya modalitas belajar yang dimilikinya. Komponen modalitas secara teoritis mengandung aspek-aspek seperti yang dikemukakan Gardner mencakup berbagai cara dilakukan dalam membelajarkan diri, mencakup:
1. Verbal/linguistic,
2.Logika/mathematical,
3.Visual/spatial,
4.Body/kinesetik,
5.Musical/rhytmic,
6. Interpersonal,
7. Intrapersonal dan Naturalistik.

Ada empat kemampuan yang perlu dimiliki seorang pengajar yaitu: kemampuan dalam mendiagnisis tingkah laku siswa, melaksanakan proses pembelajaran, menguasai bahan ajar, dan melakukan evaluasi hasil belajar. Mengajar pada hakekatnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh pengajar dalam rangka menciptakan proses bekajar pada pembelajar. Dengan, demikian mengajar merupakan upaya guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk dengan guru, alat pelajaran dan lain sebagainya. Sehingga terjadi proses interaksi tersebut, diharapkan pada diri peserta didik terjadi proses yang di kenal dengan nama proses belajar. Peran pengajar adalah pemimpin dan fasilitator belajar. Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan ajar, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan peserta pembelajar. Mengingat sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar, maka komponen-komponen pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, terutama modalitas yang dimilikinya. Quantum teaching, merupakan konsep yang dikembangkan tentang mengajar ini didasarkan pada asas utama, yaitu “bawalah dunia mereka kedunia kita dan bawalah dunia kita kedunia mereka. Hal ini menunjukkan betapa, pengajaran dengan quantum teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Ø  Prinsip Quantum Teaching Learning (QTL) :
1.segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2.segalanya bertujuan, siswa di beritahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3.pengalaman sebelum konsep dari pengalaman guru dan siswa di peroleh banyak konsep.
4.akui setiap usaha, layak pula di rayakan, kita harus member pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran siswa. Misalnya saja, dengan memberi tepuk tangan.
Kerangka Rancangan Belajar Quantum Teaching Learning yang di kenal sebagai TANDUR :
1.      Tumbuhkan.
Tumbuhkan dengan minat memuaskan dan manfaatkan kehidupan pelajar.
2.      Alami
ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat di mengerti semua pelajar.
3.      Namai
sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi.
4.      Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.
5.      Ulangi
Tunjukkan pelajar car-cara mengulang materi dan menegaskan tahu, dan memang tahu.
6.      rayakan
Pengakuan untuk menyelesaikan, partisifasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.



2.2.2 Implementasi Model pembelajaran QTL
Implementasi pembelajaran QTL di sini lebih menekankan pada bagaimana cara guru membuat suasana sekondusif mungkin agar memancing minat siswa untuk mengikuti pembelajaran dimana guru harus memahami dan menyadari adanya modalitas belajar siswa yang berbeda-beda seperti visual, auditorial, dan kinestetik. Dalam penerapannya pada saat mengajar guru di kelas menggunakan alokasi waktu 120 menit dan dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk memberikan materi ajar dengan mengkombinasikan strategi pembelajaran ceramah, demonstrasi, dan eksperimen dalam kurun waktu tersebut agar modalitas siswa yang berbeda-beda dapat memahami materi. Misalnya : 40 menit untuk kegiatan auditorial (ceramah), 40 menit untuk kinestetik (berdemonstrasi) dan 40 menit lagi untuk visual (bereksperimen).
Contoh implementasi dalam pembelajaran matembang :
1. auditorial
Guru harus bisa menerangkan konsep matembang dengan jalan guru memberikan nding, ndung dari sebuah pupuh dan kata-katanya. Selanjutnya mengajarkan siswa ngawilet pada suku kata terakhir pada setiap baris yang ada di pupuh tersebut.
2. kinestetik
Di sini guru lalu menyuruh siswa menirukan secara bersama-sama tembang dari pupuh tersebut setelah itu menyuruh siswa untuk menembangkan kembali secara berkelompok kemudian individu. Setelah itu guru bisa mengetahui sejauh mana penguasaan siswa tentang konsep metembang yang sudah di berikan.
3. visual
Di sini guru bisa mengambil nilai dari siswa secara individu dengan cara menyuruh siswa ke depan kelas satu persatu untuk menembangkan sebuah pupuh yang sudah di ajarkan.





BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
1.      model pembelajran Mastery Learning merupakan pendekatan pembelajaran tuntas. Guru diwajibkan menerapkan model pembelajaran ini guna membantu siswa yang agak lambat dalam menguasai materi tertentu agar sukses melewati kajian tersebut. Model pembelajaran ini diimplementasikan dengan memberikan pelajaran tambahan (remedial) dengan menggunakan pendekatan individual pada siswa-siswa yang kemampuannya menguasai materi agak lambat.
2.      QTL (Quantum Learning) merupakan suatu pendekatan pembelajaran berupa pemberian motivasi terhadap siswa. Model pembelajaran QTL juga dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Disini guru harus memahami adanya modalitas belajar siswa yang berbeda, beda seperti visual, auditorial, dan kinestetik. Sehingga asas utama dalam mengajar dapat diterapkan yaitu” bawalah dunia mereka ke dunia kita dan bawalah dunia kita kedunia mereka”.
3.2       Saran
 Dengan dibuatnya paper ini diharapkan mahasiswa memahami konsep tentang model Mastery Learning dan QTL serta Implementasinya dalam pembelajaran Bahasa Bali di tingkat SMP kelas VII.


Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar