BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembanmgan
berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman. seperti yang dikatakan Van den den Daele (Hurlock :
2 ) bahwa perkembangan adalah perubahan secara kualitatif. Ini berarti bahwa
perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan
seseorang atau peningkatan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang,
melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Perkembangan juga diartikan sebagai ”perubahan-perubahan yang dialami individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation)
yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”,
Perkembangan
dapat diartikan ”suatu proses perubahan pada diri individu atau organisme, baik
fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara sistematis progresif, dan
berkesinambungan”,(Syamsu Yusuf : 83 ).
Dan
semua para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah
suatu proses perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa,
namun mereka berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu
terjadi dalam bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22).
Hubungannya
dengan intelektual remaja bahwa inteligensi bukanlah suatu yang bersifat
kebendaan, melainkan suatui fiksi ilmiah untuk mendeskripsiskan prilaku
induvidu yang berkaitan dengan kemampuan intelektualnya. Dalam mengartikan
inteligensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Diantaranya menurut C.P. Chaplin (1975) mengartikan inteligensi itu sebagai
kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat
dan efektif (Syamsu Yusuf : 106).
B. Rumusan
masalah
Sehubungan
dengan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah di dalam
makalah ini adalah bagaimana proses perkembangan intelelektual remaja
hubungannya inteligensinya di dalam proses pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Intelektual / Intelegensi
Menurut
English & English dalam bukunya "A Comprehensive Dictionary of
Psichological and Psychoalitical Terms", istilah intellecct berarti antara
lain : (1) Kekuataan mental dimana manusia dapat berpikir ; (2) suatu rumpun
nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan
berpikir ( misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan,
terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence.
Intelligence =intellect). Bukamennurut kamus WebssterNew Worid Dictionary of
the American Language, istilah intellect berarti:
a.
kecakapan
untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati
hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari
kemauandan perasaan,
b.
Kecakapan
mental yang besar,sangat intellegence, dan
c.
Pikiran
atau inteligensi.
Jadi
istilah inteligensi menurut para ahli diantaranya menurut Wechler (1958)
mermuskaan intelligensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan,
melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang
berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi
(kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test).
Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standfort revision benet test).
Dengan
menggunakan hasil pengukuran test inteligensi yang mencakup general (Infomation
and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970 : 78) telah mengembangkan
sebuah kurva perkembangan Inteligensi, yang dapat di tafsirkan anatara lain
sebagai berikut :
1)
Laju
perkembangan Inteligensi pada masa remaja-remaja berlangsung sangat pesat,
2)
Terdapat
variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis
kecakapan khusus tertentu (Juntika N, 137-138).
Ditinjau
dari perkembangan kogninif menurut piaget, masa remaja sudah mencapai tahap
operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja,
secara mental telah dapat berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak
dengan kata lain, berfikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak,
serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada berfikir
kongkrit.
Sementara
proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaannya dari mulai usia 12 – 20 tahun.
Pada usia 16 tahun berat otak sudah menyamai orang dewasa. Sistem syaraf yang
memproses infprmasi berkembang secara cepat pada usia ini. Pada masa remaja
terjadi reorganisasi lingkaran syarat, lobe frontal, yang berfungsi sebagai
kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu merumuskan perencanaan strategis, atau
mengambil keputusan. Lobe frontal ini terus berkembang terus sampai usia 20
tahun atau lebih. Perkembangan lobe frontal ini sangat berpengaruh terhadap
kemampuan intelektual remaja, seperti pada usia 12 tahun walaupun secara
intelektual remaja itu termasuk anak berbakat atau pintar. Namun belum
bijaksana, maksudnya remaja tersebut mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi
tidak seterampil remaja yang lebih tua usianya. Yang menunjukkan wawasan atau
perspektif yang luas terhadap masalah tersebut (Sigelman & Shaffer, 1995)
Pada periode kongkrit, anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi atau hakim, sedangkan remaja mengartikannya sesuatu yang abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga masyarakat yang mempunyai interes remaja.
Pada periode kongkrit, anak mungkin mengartikan sistem keadilan dikaitkan dengan polisi atau hakim, sedangkan remaja mengartikannya sesuatu yang abstrak, yaitu sebagai suatu aspek kepedulian pemerintah terhadap hak-hak warga masyarakat yang mempunyai interes remaja.
Adapun
pembahasan mengenai inteligensi itu secara teknis pada pokoknya dapat dibedakan
menjadi dua golongan yaitu :
1).
Pembahasan mengenai sifat hakekat inteligensi, dan
2).
Pembahasan mengenai penyelidikan inteligensi itu
Hal
yang sama lebih bersifat teoritis-konsepsional, sadang hal yang kedua lebih
bersifat teknis metodologisnya. Dalam pada itu harus diingat bahwa penggolongan
seperti yang dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip. Sebab
kedua hal itu pada hakekatnya tidak dapat di pisah-pisahkandengan tajam.
Inti
persoalan daripada sifat hakikat inteligensi itu dirumuskan dengan pertanyaan :
Apakah inteligensa itu ? Pertanyaan ini justru dalam bentuknya yang demikian
itu, menjadi obyek diskusi yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi,
terutama disekitar tahun-tahun 1900-1925. Persoalannya sendiri sudah tua
sekali, lebih dari padaitu psikologi itu sendiri, karena hal tersebut telah di
bahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum psikologi
sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ahli. (J.S.Suriasumantri, 2004 :
122).
Menurut
konsepsi inteligensi ini adalah persatuan (kumpulan yang di persatukan)
daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karenna itu pengukuran mengenai
inteligensi juga dapat di tempuh dengan cara mengukur daya-daya jiw khusus itu,
misalnya daya mengamati, daya mereproduksi, daya berfikir dan sebagainya.
(J.S.S : 2004 : 125).
Konsep-konsep
yang timbul dari keyakinan, bahwa apa yang di selidiki (di test) dengan
testinteligensi itu adalah inteligensi umum. Jadi inteligensi di beri defenisi
sebagai taraf umum yang mewakili daya-dayakhusu.
B. Hubungan
Intelek Dengan Tingkah Laku
Kemampuan
berfikir abstrak menunjukka perhatian seseorang terhadap kejadian dan peristiwa
yang tidak kongkrit, misalnya ; pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat,
pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh didepannya. Bagi remaja,
corak perilaku pribadinya dihari depan, dan corak tingkah lakunya sekarang akan
berbeda. Kemampuan abstrak akan berperan dalam perkembanangan kepribadiannya.
Kemampuan
abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang
diakibatkan kemampuan abstraksi) akibatnya dapat menimbulkan perasaan tidak
puas dan putus asa.
Disamping
itu organ sentris masih terlihat dalam pikirannya.
1)
Cita-cita
dan idialisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa
memikirkan akibat lebih jauh, dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2)
Kemampuan
berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan
perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama
dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka egosentrisme berkurang. Pada akhirnya pengaruh egosentrisitas
pada remaja sudah sedemikian kecilnya, sehingga berarti remaja sudah dapat
berfikir abstrak dengan mengikut sertakan pandangan dan pendapat orang lain.
C. Karakteristik
Perkembangan Intelek Remaja
Intelegensi
pada remaja tidak mudah diukur karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan
perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya tiga sampai empat tahun pertama
menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi
perkembangan yang teratur.
Pada
masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada masa
awal remaja, kira-kira pada usia 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut
" Masa oerasi formal" (berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah
berfikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin; disamping hal yang nyata
(riil) (Gliedmen, 1986 : 475-475)
Pada
usia remaja ini anak sudah dapat berfikir abstrak dan hitotek. Dalam berfikir
operasional formal, setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu ;
1. Sifat deduktif hipotesis, 2. berfikir opersional juga berfikir kombinatoris.
1.
Sifat
Deduktif Hipotesis
Dalam
menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran
teoritik. Yang menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian
hipotesis yang mungkin. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara
berfikir induktif disamping deduktif. Oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia
lakukan, ia dapat membuat strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat
dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi
tertentu, yang juga disebut proporsi-proporsi. Kemudian mencari hubungan antra
proporsi Yang berbeda-beda tadi.Berhubungan itu maka berpikir operasional juga
disebut proposisional.
2.
Berpikir
Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan
sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan analis. Misalnya anak
diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu. Anak yang berpikir operasional
formal, lebih dahulu Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah
warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini.
Secara teoritik membuat matriksnya
mengenai segala macam kombinasi yang mungkin, secara sistematik mencoba mengisi
setiap sel matriks tersebut secara empiris.Bila ia mencapai penyelesaian yang
betul, mak ia juga akan segera dapat memproduksi.
Seorang remaja dengan kemampuan
berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang tidak
merangsang cara berpikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah
pengetahuan, pergi ke sekolah tetapi tidak adanya pasilitas yang dibutuhka,
maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak.
maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berpikir abstrak.
3.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi perkembangan Intelek
Dalam hubungannya dengan
perkembangan intelegensi/kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandanganbahwa
adalah keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Andi Mappiare (1982: 80)
hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain:
a.
Bertabahnya
informasi yang disimpan(dalam otak)seseorang sehingga ia mampu berpikr
reflektif.
b.
Banyaknya
pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah sehingga seseorang bisa
berpikir proporsional.
c.
Adanya
kebebasan berpikir,menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun
hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara
keseluruhan, dan menunjang keberanian anak memecahkan masalahdan menarik
kesimpulan yang baru dan benar.
Tiga kondisi di atas sesuai dengan
dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan intelegendi, yakni:
1)
Fungsi
intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis.
2)
Berkembangnya
usia menyebabkan berkembangnya struktur intelegensi baru, sehingga pengaruh
pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif.
Wechsler
berpendapat bahwa keseluruhan intelegensi seseorang tidak dapat diukur. IQ
adalah suatu nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena selalu
dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan
situasional.
BAB III
KESIMPULAN
Terjadinya perkembangan remaja bukan
hanya perkembangan pada biologisnya semata akan tetapi juga berkembang pada
mental dan kepribadiannya yang tercakup dalam perkembangan individual remaja
didik adalah kecerdasan, emosional dan intelektualnya termasuk perkembangan
bahasanya.
Tatkala kita membahas tentang
perkembangan individu / peserta didik dalam proses pembelajaran maka akan kita
dapatkan ranah-ranah atau domain-domain : Kognitif, Affektif dan Psikomotorik,
sebagai alat untuk mengukur berhasil tidaknya proses pembelajaran di kelas.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Cahyani Ani. Mubin, Psikologi perkembangan; cet I (Quantum
Teaching, Ciputat Press Group, 2006).
Dariyo, Agoes. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama. Bandung: Erlangga.
Hurlock B Elizabeth, Developmental Psikologi; Mc Grow Hill,
Inc, 1980, Alih Bahasa, Istiwidayanti dan suedjarwo, Psikologi Perkembangan suatu
pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga, tt.
LN Yusuf Syamsu; Psikologi Perkembangan Remaja dan Remaja,
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurihsan Juntika, 2007, Buku Materi Pokok Perkembangan
Peserta didik, Bandung; Sekolah Pasca Sarjana (UPI)
Santrock, John W, Life-Span Development, WM, C Brown
Comunication, Inc, 1995, Alih bahasa Achmad Chusairi, S.PSI, Perkembangan Masa
Hidup Jilid I, Jakarta, Erlangga, 2002.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan.
Surya, M. 1990. Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan Psikologi
Surya, M. 1990. Psikologi Perkembangan. Bandung: Publikasi Jurusan Psikologi
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT Raja Grafindo,
: 2004).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar