SOSIOLINGUISTIK
1.
Perkembangan
konsep bilingulisme berdasarkan pendapat para pakar tersebut yaitu:
Ø Menurut
Mackey dan Firman Secara umum
bilingualism diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur pada
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua
bahasa tentunya seseorang harus
menguasai kedua bahasa itu. Pertama bahasa ibunya sendiri atau bahasa
pertamanya (B 1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi
bahasa keduanya (B2).
2.
Masalah-masalah
yang umum dibicarakan dalam studi bilingualisme, serta pemecahannya yaitu:
a. Masalahnya:
Sejumlah taraf kemampuan seseorang
akan B 2 ( B 1 tentunya dapat dikuasai dengan baik) sehingga dia dapat disebut
sebagai seorang yang bilingual?
v Pemecahannya
yaitu:
Sejumlah penguasaan seseorang
terhadap B 2 (B 1 tentunya dapat dikuasai dengan baik karena merupakan bahasa
ibu) sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang bilingual apabila dapat
menggunakan B 1 dan B 2 dengan derajat yang sama baiknya.
b. Masalahnya:
Apa yang dimaksud dengan bahasa
dalam bilingualisme ini? Apakah bahasa dalam pengertian langue, atau sebuah
kode, sehingga bisa termasuk sebuah dialek atau sosiolek?
v Pemecahannya
yaitu:
Menurut Bloomfield (1933)
mengatakan bahwa menguasai dua buah bahasa, berarti menguasai dua buah sistem
kode. Kalau yang dimaksud olehnya bahwa bahasa itu adalah kode, maka berarti
bahasa itu bukan langue melainkan parole yang berupa berbagai dialek dan ragam.
Menurut Mackey (1962 : 12 )
mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara
bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur.
Jadi jelas yang dimaksud dengan bahasa oleh Mackey adalah sama dengan langue.
·
Jadi kesimpulannya
bahasa dalam pengertian langue, seperti bahasa Sunda dan bahasa Madura. Sampai
berupa dialek atau ragam dari sebuah bahasa, seperti bahasa Bali dialek
Singaraja dan bahasa Bali dialek Tabanan.
·
Kalau yang dimaksud
dengan bahsa adalah juga dialek, maka berarti hampir semua anggota masyarakat
Indonesia adalah bilingual, kecuali anggota masyarakat tutur yang jumlah
anggotanya sedikit, letaknya terpncil dan didalamnya hanya terdapat satu dialek
dari bahasa itu.
c. Masalahnya:
-
Kapan seorang bilingual
menggunakan kedua bahasa itu secara bergantian?
-
Kapan dia harus menggunakan
B 1-nya, dan kapan pula harus menggunakan B 2-nya?
-
Kapan pula dia dapat secara dapat secara bebas
untuk dapat menggunakan B 1-nya atau B 2-nya?
v Pemecahannya:
- Misalnya
pada saat guru mengajar, walaupan antara guru dan murid sama-sama berB 1 (
bahasa Bali) tetapi guru tersebut tidak dapat menggunakan bahasa bali untuk
alat interaksi selama jam pelajaran berlangsung, ada hal-hal tertentu yang
mengharuskan B 2 (bahasa Indonesia) digunakan oleh guru untuk menjelaskan kosa
kata bahasa Bali yang tidak dimengerti oleh siswa.
- Tergantung pada lawan bicara, topik
pembicaraan dan situasi sosial pembicaraan.
- Tergantung dari topik yang dibicarakan dan
situasi tutur yang memberi kebebasan untuk menggunakan salah satu bahasa itu.
Dalam catatan Sosiolinguistik hanya didapati adanya satu masyarakat tutur
bilingual yang dapat secara bebas menggunakan salah satu bahasa yang terdapat
dalam masyarakat tutur itu, yaitu di Montreal dan Kanada.
d. Masalahnya:
Sejauhmana B 1-nya dapat
mempengaruhi B 2-nya, atau sebaliknya B 2-nya dapat mempengaruhi B 1-nya?
v Pemecahannya:
B1-nya dapat mempengaruhi B2-nya, menyangkut
masalah kefasihan menggunakan kedua bahasa itu dan kesempatan untuk
menggunakaannya, dan tergantung pada tingkat penguasaannyan terhadap B 2
misalnya penutur bilingual Sunda ( B 1) – Indonesia B 2 yang kurang menguasai
sistem fonologi bahasa Indonesia akan mengucapkan kat-kata bahasa Indonesia
seperti / kemana / diucapkan / kamana /
dan / berapa / diucapkan / barapah /.
B 2-nya dapat mempengaruhi B 1-nya
, kemungkinan ini akan ada kalau si penutur bilingual itu dalam jangka waktu
yang cukup lama tidak menggunakan B 1-nya, tetapi terus menerus menggunakan B
2-nya.
e. Masalahnya:
Apakah
bilingualisme itu berlaku pada perseorangan ( seperti disebut dalam konsep umum
) atau juga berlaku pada suatu kelompok masyarakat tutur?
v Pemecahannya:
Menurut Oksaar (1972
: 478) berpendapat bahwa bilingualism bukan hanya milik individu tetapi juga
milik kelompok sebab bahasa itu penggunaannya tidak terbatas antara tidak
terbatas antara individu dan individu saja. a, melainkan juga digunakan sebagai
alat komunikasi antar kelompok.
Menurut Chaer
(1994) berpendapat bahwa bahasa itu bukan sekedar alat komunikasi saja,
melainkan juga sebagai alat untuk menunjukkan identitas kelompok.
3.Bilingualisme
individual dan bilingualisme masyarakat.
v Jawaban
Bilingualisme individu: jika penggunaan bahasa secara
bergantian oleh individu-individu para penutur yang hidup bersama dalam
masyarakat tutur.
Bilingualism
kelompok: sebab bahasa digunakan tidak terbatas antara individudan individu
saja, melainkan juga digunakan sebagai alat komunikasi antar kelompok.
Didalam
masyarakat yang berciri diglosia tetapi tanpa bilingualisme terdapat dua
kelompok penutur. Kelompok pertama yang biasanya lebih kecil, merupakan
kelompok ruling group yang hanya bicara dalam bahasa T. Sedangkan kelompok kedua
yang biasanya lebih besar, tidak memiliki kekuasaan dalam masyarakat, hanya
berbicara bahasa R.
4. Perkembangan konsep diglosia mulai dari Ferguson,
Fishman sampai Fasold.
a. Konsep Ferguson
Konsep
ferguson mengenai diglosia bahwa didalam masyarakat diglosia ada perbedaan
ragam bahasa
T dan R dengan fungsinya masing-masing dalam sebuah bahasa.
b. Konsep Fisman
Konsep
fisman hanya berlaku pada adanya perbedaan ragam T dan R pada bahasa yang sama,
melainkan juga berlaku pada bahasa yang sama sekali tidak serumpun atau pada
dua bahasa yang berlainan.tekanan bagi fisman adanya perbedaan fungsi kedua
bahasa atau variasi bahasa yang bersangkutan.
c. Konsep Fasold
Fasold
mengembangkan konsep diglosia menjadi apa yang disebutkan broad diglosia(diglosia
luas). Didalam konsep broad diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua
bahasa atau dua ragam ataupun dua dialek secara biner, melainkan bisa lebih
dari dua bahasa atau dua dialek.
5. Hubungan
antara perbedaan ragam T dan ragam R dalam diglosia dengan bahasa baku dan
bahasa non baku, yaitu:
Didalam fungsional dialek T
dan dialek R mempunyai arti bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek T yang
sesuai untuk di gunakan, dan dalam situasi lain hanya dialek R yang bisa
digunakan.fungsi T hanya pada situasi resmi atau formal, sedangkan fungsi R
pada situasi informal dan santai. Penggunaan dialek T atau R yang tidak cocok
dengan situasinya menyebabkan si penutur bisa di soroti menimbulkan ejekan dan
cemohan.
Contohnya dalam sastra dan puisi
rakyat memang menggunakan dialek R, tetapi banyak anggota masyarakat yang
beranggapan bahwa hanya sastra atau puisi dalam dialek T-lah yang sebenarnya
karya sastra. Di Indonesia juga ada perbedaan ragam T dan ragam R bahasa Indonesia
( dalam ragam T digunakan dalam situasi formal seperti pendidikan, sedangkan
ragam R digunakan dalam situasi informal seperti dalam pembicaraan dengan teman
karib ).
6.
Konsep Double Overlapping Diglosia adalah adanya situasi pembedaan derajat dan
fungsi bahasa secara berganda.
Konsep
Double-nested Diglosia adalah keadaan dalam masyarakat multilingual, dimana
terdapat dua bahasa yang diperbedakan satu sebagai bahasa tinggi (T) dan yang
lain sebagai bahasa rendah (R). tetapi baik bahasa T maupun bahasa R itu
masing-masing mempunyai ragam atau dialek yang masing-masing juga diberi status sebagai ragam T dan ragam R.
Konsep Linear Polyglosia Fasold dengan
konsepnya penataran terhadap ripertoir bahasa-bahasa penduduk cina Malaysia
yang berbahasa Inggris di Malaysia ini,secara actual disebut linear polyglosia.
7.
Keempat macam masyarakat
dalam kaitannya dengan hubungan diglosia dan bilingualisme.
1.
bilingualisme dan
diglosia
2.
bilingualisme tanpa
diglosia
3.
Diglosia tanpa
bilingualism
4.
tidak bilingualism dan
tidak diglosia
8.
Dari segi
bilingualismanya penutur bilingual menggunakan kedua bahasa yang dikuasainya
secara bergantian. Kapan harus menggunakan B1 nya kapan pula harus menggunakan
B2 nya, dan kapan pula dia secara bebas dapat memilih untuk menggunakan B1 dan
B2 nya.
Jika
B1 nya si penutur adalah bahasa sunda maka dia akan dapat menggunakan bahasa
sunda dengan semua masyarakat tutur yang berbahasa sunda untuk keadaan dan
situasi yang dapat dilakukan dengan bahasa sunda dalam percakapan sehari-hari
dalam keluarga tetapi dalam pendidikan disekolah meskipun si guru dan si murid
sama-sama ber-B1 bahasa sunda, dia tidak dapat menggunakan bahasa sunda itu
untuk alat interaksi selama proses pelajaran berlangsung hanya bahasa Indonesialah
yang dapat digunakan sebab bahasa Indonesia juga menjadi B2 bagi guru dan
murid. Bagi seorang penutur bilingual yang B2 nya bahasa Indonesia digunakan
secara teoritis kepada semua orang Indonesia, tetapi bagi penutur bilingual
yang B1 nya bahasa sunda dan B2 nya bahasa jawa hanya dapat menggunakan B2 nya
itu kepada anggota masyarakat penutur bahasa jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar