Rabu, 06 Juni 2012

artikel SOSIOLINGUISTIK


SOSIOLINGUISTIK

1.      Perkembangan konsep bilingulisme berdasarkan pendapat para pakar tersebut yaitu:
Ø  Menurut Mackey dan Firman  Secara umum bilingualism diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur pada pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya  seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (B 1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (B2).
2.      Masalah-masalah yang umum dibicarakan dalam studi bilingualisme, serta pemecahannya yaitu:
a.       Masalahnya:
Sejumlah taraf kemampuan seseorang akan B 2 ( B 1 tentunya dapat dikuasai dengan baik) sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang bilingual?
v  Pemecahannya yaitu:
Sejumlah penguasaan seseorang terhadap B 2 (B 1 tentunya dapat dikuasai dengan baik karena merupakan bahasa ibu) sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang bilingual apabila dapat menggunakan B 1 dan B 2 dengan derajat yang sama baiknya.
b.      Masalahnya:
Apa yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme ini? Apakah bahasa dalam pengertian langue, atau sebuah kode, sehingga bisa termasuk sebuah dialek atau sosiolek?
v  Pemecahannya yaitu:
Menurut Bloomfield (1933) mengatakan bahwa menguasai dua buah bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode. Kalau yang dimaksud olehnya bahwa bahasa itu adalah kode, maka berarti bahasa itu bukan langue melainkan parole yang berupa berbagai dialek dan ragam.
Menurut Mackey (1962 : 12 ) mengatakan bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur. Jadi jelas yang dimaksud dengan bahasa oleh Mackey adalah sama dengan langue.
·         Jadi kesimpulannya bahasa dalam pengertian langue, seperti bahasa Sunda dan bahasa Madura. Sampai berupa dialek atau ragam dari sebuah bahasa, seperti bahasa Bali dialek Singaraja dan bahasa Bali dialek Tabanan.
·         Kalau yang dimaksud dengan bahsa adalah juga dialek, maka berarti hampir semua anggota masyarakat Indonesia adalah bilingual, kecuali anggota masyarakat tutur yang jumlah anggotanya sedikit, letaknya terpncil dan didalamnya hanya terdapat satu dialek dari bahasa itu.
c.       Masalahnya:
-          Kapan seorang bilingual menggunakan kedua bahasa itu secara bergantian?
-          Kapan dia harus menggunakan B 1-nya, dan kapan pula harus menggunakan B 2-nya?
-           Kapan pula dia dapat secara dapat secara bebas untuk dapat menggunakan B 1-nya atau B 2-nya?
v  Pemecahannya:
- Misalnya pada saat guru mengajar, walaupan antara guru dan murid sama-sama berB 1 ( bahasa Bali) tetapi guru tersebut tidak dapat menggunakan bahasa bali untuk alat interaksi selama jam pelajaran berlangsung, ada hal-hal tertentu yang mengharuskan B 2 (bahasa Indonesia) digunakan oleh guru untuk menjelaskan kosa kata bahasa Bali yang tidak dimengerti oleh siswa.
-  Tergantung pada lawan bicara, topik pembicaraan dan situasi sosial pembicaraan.
-  Tergantung dari topik yang dibicarakan dan situasi tutur yang memberi kebebasan untuk menggunakan salah satu bahasa itu. Dalam catatan Sosiolinguistik hanya didapati adanya satu masyarakat tutur bilingual yang dapat secara bebas menggunakan salah satu bahasa yang terdapat dalam masyarakat tutur itu, yaitu di Montreal dan Kanada.

d.      Masalahnya:
Sejauhmana B 1-nya dapat mempengaruhi B 2-nya, atau sebaliknya B 2-nya dapat mempengaruhi B 1-nya?
v  Pemecahannya:
B1-nya dapat mempengaruhi B2-nya, menyangkut masalah kefasihan menggunakan kedua bahasa itu dan kesempatan untuk menggunakaannya, dan tergantung pada tingkat penguasaannyan terhadap B 2 misalnya penutur bilingual Sunda ( B 1) – Indonesia B 2 yang kurang menguasai sistem fonologi bahasa Indonesia akan mengucapkan kat-kata bahasa Indonesia seperti  / kemana / diucapkan / kamana / dan / berapa / diucapkan / barapah /.
B 2-nya dapat mempengaruhi B 1-nya , kemungkinan ini akan ada kalau si penutur bilingual itu dalam jangka waktu yang cukup lama tidak menggunakan B 1-nya, tetapi terus menerus menggunakan B 2-nya.
e.       Masalahnya:
Apakah bilingualisme itu berlaku pada perseorangan ( seperti disebut dalam konsep umum ) atau juga berlaku pada suatu kelompok masyarakat tutur?
v  Pemecahannya:
Menurut Oksaar (1972 : 478) berpendapat bahwa bilingualism bukan hanya milik individu tetapi juga milik kelompok sebab bahasa itu penggunaannya tidak terbatas antara tidak terbatas antara individu dan individu saja. a, melainkan juga digunakan sebagai alat komunikasi antar kelompok.
Menurut Chaer (1994) berpendapat bahwa bahasa itu bukan sekedar alat komunikasi saja, melainkan juga sebagai alat untuk menunjukkan identitas kelompok.

3.Bilingualisme individual dan bilingualisme masyarakat.
v  Jawaban
Bilingualisme individu: jika penggunaan bahasa secara bergantian oleh individu-individu para penutur yang hidup bersama dalam masyarakat tutur.
Bilingualism kelompok: sebab bahasa digunakan tidak terbatas antara individudan individu saja, melainkan juga digunakan sebagai alat komunikasi antar kelompok.
Didalam masyarakat yang berciri diglosia tetapi tanpa bilingualisme terdapat dua kelompok penutur. Kelompok pertama yang biasanya lebih kecil, merupakan kelompok ruling group yang hanya bicara dalam bahasa T. Sedangkan kelompok kedua yang biasanya lebih besar, tidak memiliki kekuasaan dalam masyarakat, hanya berbicara bahasa R.

     4. Perkembangan konsep diglosia mulai dari Ferguson, Fishman sampai Fasold.
a. Konsep Ferguson
Konsep ferguson mengenai diglosia bahwa didalam masyarakat diglosia ada perbedaan ragam bahasa T dan R dengan fungsinya masing-masing dalam sebuah bahasa.
b. Konsep Fisman
Konsep fisman hanya berlaku pada adanya perbedaan ragam T dan R pada bahasa yang sama, melainkan juga berlaku pada bahasa yang sama sekali tidak serumpun atau pada dua bahasa yang berlainan.tekanan bagi fisman adanya perbedaan fungsi kedua bahasa atau variasi bahasa yang bersangkutan.
c. Konsep Fasold
Fasold mengembangkan konsep diglosia menjadi apa yang disebutkan broad diglosia(diglosia luas). Didalam konsep broad diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua bahasa atau dua ragam ataupun dua dialek secara biner, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek.
5. Hubungan antara perbedaan ragam T dan ragam R dalam diglosia dengan bahasa baku dan bahasa non baku, yaitu:
Didalam fungsional dialek T dan dialek R mempunyai arti bahwa terdapat situasi dimana hanya dialek T yang sesuai untuk di gunakan, dan dalam situasi lain hanya dialek R yang bisa digunakan.fungsi T hanya pada situasi resmi atau formal, sedangkan fungsi R pada situasi informal dan santai. Penggunaan dialek T atau R yang tidak cocok dengan situasinya menyebabkan si penutur bisa di soroti menimbulkan ejekan dan cemohan.
Contohnya dalam sastra dan puisi rakyat memang menggunakan dialek R, tetapi banyak anggota masyarakat yang beranggapan bahwa hanya sastra atau puisi dalam dialek T-lah yang sebenarnya karya sastra. Di Indonesia juga ada perbedaan ragam T dan ragam R bahasa Indonesia ( dalam ragam T digunakan dalam situasi formal seperti pendidikan, sedangkan ragam R digunakan dalam situasi informal seperti dalam pembicaraan dengan teman karib ).
6. Konsep Double Overlapping Diglosia adalah adanya situasi pembedaan derajat dan fungsi bahasa secara berganda.
Konsep Double-nested Diglosia adalah keadaan dalam masyarakat multilingual, dimana terdapat dua bahasa yang diperbedakan satu sebagai bahasa tinggi (T) dan yang lain sebagai bahasa rendah (R). tetapi baik bahasa T maupun bahasa R itu masing-masing mempunyai ragam atau dialek yang masing-masing juga diberi  status sebagai ragam T dan ragam R.
 Konsep Linear Polyglosia Fasold dengan konsepnya penataran terhadap ripertoir bahasa-bahasa penduduk cina Malaysia yang berbahasa Inggris di Malaysia ini,secara actual disebut linear polyglosia.
      7. Keempat macam masyarakat dalam kaitannya dengan hubungan diglosia dan bilingualisme.
1.      bilingualisme dan diglosia
2.      bilingualisme tanpa diglosia
3.      Diglosia tanpa bilingualism
4.      tidak bilingualism dan tidak diglosia

8. Dari segi bilingualismanya penutur bilingual menggunakan kedua bahasa yang dikuasainya secara bergantian. Kapan harus menggunakan B1 nya kapan pula harus menggunakan B2 nya, dan kapan pula dia secara bebas dapat memilih untuk menggunakan B1 dan B2 nya.
Jika B1 nya si penutur adalah bahasa sunda maka dia akan dapat menggunakan bahasa sunda dengan semua masyarakat tutur yang berbahasa sunda untuk keadaan dan situasi yang dapat dilakukan dengan bahasa sunda dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga tetapi dalam pendidikan disekolah meskipun si guru dan si murid sama-sama ber-B1 bahasa sunda, dia tidak dapat menggunakan bahasa sunda itu untuk alat interaksi selama proses pelajaran berlangsung hanya bahasa Indonesialah yang dapat digunakan sebab bahasa Indonesia juga menjadi B2 bagi guru dan murid. Bagi seorang penutur bilingual yang B2 nya bahasa Indonesia digunakan secara teoritis kepada semua orang Indonesia, tetapi bagi penutur bilingual yang B1 nya bahasa sunda dan B2 nya bahasa jawa hanya dapat menggunakan B2 nya itu kepada anggota masyarakat penutur bahasa jawa.



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar